Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangkap Panitera Pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso. Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK bersama dua orang lainnya, yakni Ahmad Yani yang merupakan staf di Wiranatakusumah Legal & Consultant dan pengacara bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah (RAW).
Namun, saat penangkapan Santoso, KPK juga turut menahan seorang pengemudi ojek motor berinisial B. Sebab, saat operasi tangkap tangan (OTT) itu Santoso tengah meluncur dengan menggunakan ojek motor, Kamis 30 Juni 2016.
Baca Juga
"Pada pukul 18.20 WIB Santoso ditangkap di atas ojek oleh Tim KPK di kawasan Matraman, Jakarta Pusat," ucap Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan, Jumat (1/7/2016).
Advertisement
Saat ini, kata Basaria, pengemudi ojek itu masih menjalani pemeriksaan penyidik KPK. Karena dianggap tak terlibat, B akan segera dilepaskan. "Kalau sudah selesai pemeriksaan akan dipulangkan," ujar Basaria.
Di lokasi penangkapan itu, Tim KPK juga menemukan dua amplop cokelat berisi uang. Satu amplop berisi uang SGD 25 ribu dan satunya lagi terdapat SGD 3 ribu.
Sesaat kemudian, lanjut Basaria, Tim bergeser ke kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Di sana, Tim mengamankan Ahmad Yani. "Kemudian mereka dibawa ke Kantor KPK untuk diperiksa," kata Basaria.
Suap Perkara Perdata
Santoso diduga menerima uang 'sumpel' sebesar SGD 25 ribu dan SGD 3 ribu dari Yani dan Raoul. Diduga uang suap itu ditujukan agar PT KTP dimenangkan dalam perkara perdata di sektor pertambangan dengan PT MMS.
Apalagi pada Kamis 30 Juni 2016 siang, Majelis Hakim yang terdiri atas Casmaya, Partahi, Jessica, dan Agustinus telah membacakan putusan yang memenangkan pihak PT KTP, dengan amar putusan gugatan PT MMS tidak dapat diterima.
"RAW merupakan penasihat hukum PT KTP, tujuannya untuk memenangkan perkara perdata PT KTP di PN Jakpus. Karena diketahui siang harinya pada 30 Juni 2016 (hari yang sama saat OTT), majelis hakim telah membacakan putusan yang memenangkan pihak tergugat PT KTP, dengan amar putusan gugatan tidak dapat diterima," kata Basaria.
Oleh KPK, Santoso selaku penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a, huruf b, huruf c atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara selaku pemberi, Yani dan Raoul dikenakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huru a atau huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.