Liputan6.com, Jakarta - Beberapa hari lalu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melaporkan adanya konten pornografi dalam makan ringan bermerek Bikini alias Bihun Kekinian.
Snack atau makanan ringan itu disebut-sebut sudah beredar di sejumlah daerah. KPAI khawatir konten pornografi ini akan merusak mental anak-anak, lantaran jajanan ini termasuk makanan kesukaan anak-anak.
Betapa tidak, melihat namanya saja, jajanan jenis mi kering itu sangat tak pantas beredar di masyarakat. Ditambah kemasan yang memperlihatkan gambar tubuh wanita sedang mengenakan bikini. Bahkan, terdapat tulisan 'remas aku'.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pornografi dan Cyber Crime, Maria Advianti, mengatakan peredaran makanan dengan kemasan tidak sopan itu sudah melanggar undang-undang.
"Selain mereknya yang tidak layak untuk anak, gambar di kemasan juga berupa tubuh wanita dengan pakaian bikini. Selain itu, ada tulisannya 'remas aku'. Ini sudah pelanggaran terhadap undang-undang," kata dia saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Rabu 3 Agustus 2016.
KPAI menemukan jajanan ini dijual secara online. Maria menganggap konten pornografi ini melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang Pornografi, dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Karena itu, KPAI mendesak Pemerintah menarik peredaran jajanan tersebut, demi melindungi anak-anak dari pornografi. "Dalam UU Perlindungan Anak, disebutkan hak anak mendapatkan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi."
"Kalau anak-anak diberi jajanan seperti mie porno, apa yang akan terjadi kepada anak-anak di masa depan," sambung Maria.
KPAI telah menyampaikan temuan ini ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), agar menindaklanjuti secara proporsional sesuai ketentuan undang-undang.
Tak Berizin
Baca Juga
Setelah BPOM bekerja sama dengan pihak terkait, akhirnya menemukan sejumlah produk Bikini di sejumlah daerah, seperti di Semarang, yang dijual secara daring melalui akun Instagram bikini_smg.
Seorang distributor menyebutkan, produksi makanan ringan ini di Bandung, Jawa Barat. Sedangkan, harga snack Bikini dibandrol Rp 15 ribu per kemasan. Tapi harga bisa lebih murah menjadi Rp 10 ribu jika membeli lebih dari 10 bungkus.
Penjual itu menyebutkan, barang akan dikirim menggunakan jasa pengiriman, jika sudah ada pesanan. Selain menawarkan berbagai varian rasa, pedagang wanita itu juga tak segan-segan menjamin makanan tersebut halal.
"Produksinya di Bandung. Ada rasa pedas, green tea, jagung bakar dan balado steak. Lagipula ini halal kok. Silakan cek di pojok kanan atas kemasan di foto yang sudah saya upload," kata pemilik akun bikini_smg, Kamis 4 Agustus 2016.
Kepala Balai Besar Pemeriksa Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung Abdul Rahim mengatakan masih menelusuri soal makanan ringan Bikini Remas Aku yang mengundang kontroversi, karena kemasannya dianggap berbau pornografi.
Menurut Abdul, pihaknya kesulitan menemukan produsen camilan bihun kering itu karena yang bersangkutan tidak menuliskan alamatnya. Meski begitu, dia memastikan camilan itu ilegal lantaran tak memiliki izin edar.
"Yang menjual secara online itu agak sulit karena yang bersangkutan tidak menulis alamatnya. Kami pastikan itu ilegal enggak ada izin edarnya. Saya sudah tanya ke Disperindag Kota Bandung, itu enggak ada izinnya," ujar dia di Bandung, Kamis 4 Agustus 2016.
Dia mengimbau masyarakat untuk tidak membeli produk makanan ringan tersebut. "Kami imbau masyarakat jangan beli karena itu ilegal. Kalau ada yang tahu keberadaan produsennya, kami harap melapor," ucap Abdul.
Sementara itu, Polda Jawa Barat akan menyelidiki camilan Bikini. Terlebih beredar kabar bahwa pabrik pembuatan snack dengan kemasan yang berunsur tidak senonoh itu berada di Kota Bandung.
Kapolda Jawa Barat Irjen Bambang Waskito mengatakan, meski ramai diperbincangkan di media sosial, pihaknya akan terlebih dahulu menyelidiki hal itu. Namun untuk penarikan dan penyitaan, dia menyerahkan ke instansi terkait.
"Kita cek dulu, kalau masalah penarikan itu nanti sama BPOM," kata Bambang di Mapolda Jawa Barat, Kota Bandung.
Tidak Memperhatikan Norma
Advertisement
Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Barat (Jabar) angkat bicara terkait camilan Bikini Remas Aku yang mengundang kontroversi di masyarakat berkat kemasan serta slogan yang dianggap tidak pantas atau vulgar.
Sekretaris Umum MUI Jabar Rafani Achyar menyayangkan beredarnya produk snack bikini tersebut. Sebab, kemasan yang mengekspos bagian wanita tertentu dipastikan bisa berpengaruh buruk kepada masyarakat, terutama anak kecil.
Rafani tidak menyalahkan proses kreativitas para pengusaha demi mendongkrak penjualannya. Namun, ia meminta para pengusaha lebih memperhatikan norma, etika dan dari segi agama.
"Tentunya MUI menyayangkan karena ini menimbulkan kesan pornografi. Jelas ini pornografi karena itu terdapat gambar porno dengan melihatkan buah dada dan bagian belakang (wanita), serta dikemas dengan kata-kata pornografi seperti remas aku di bagian yang kurang pantas," ucap dia saat ditemui di Kantor MUI Jabar, Kota Bandung, Jawa Barat, Kamis 4 Agustus 2016.
"Kita tidak melarang berkreasi, tentunya itu boleh dan disarankan, tapi jangan sampai kebablasan. Kalau ini (Bikini Remas Aku) itu kreatif yang kebablasan," tutur Rafani.
Selain itu kepastian produk camilan Bikini Remas Aku ini halal atau tidak, masih diragukan. Sebab, imbuh dia, Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI Jabar belum pernah mengeluarkan sertifikasi halal.
"LPPOM belum pernah mengeluarkan suatu produk seperti ini (label halal) jadi masih diragukan isi dan kontennya. Mungkin saja karena menggunakan bungkus berbau pornografi tidak memperdulikan halal dan haram," ujar Rafani.
Peningkatan Pengawasan
Anggota Komisi IX DPR Okky Asokawati menyesalkan beredarnya camilan mi Bikini Remas Aku dengan gambar dan tagline produk yang tidak tepat. Ia mengatakan, kreativitas seharusnya tetap dilandasi dengan norma dan aturan yang berlaku.
"Merek unik mestinya tidak jorok. Bisnis start-up (rintisan) yang belakangan menjadi tren di Indonesia semestinya juga tetap memperhatikan soal norma dan aturan main sesuai dengan peraturan yang berlaku," ucap Okky dalam keterangan tertulis kepada Liputan6.com di Jakarta, Jumat 5 Agustus 2016.
"Apalagi diketahui, merek dagang Bikini belum mengantongi izin dari instansi terkait," sambung dia.
Dia mengatakan, mencuatnya polemik camilan Bikini ini menjadi peringatan bagi pemerintah agar memberikan edukasi lebih intensif kepada pelaku industri kreatif di berbagai lini usaha. Tujuannya adalah membawa misi edukasi kepada masyarakat.
"Seluruh stakeholder terkait seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), BPOM, dan pemerintah daerah (pemda) agar senantiasa bersinergi memberikan pembinaan terhadap kelompok-kelompok kreatif. Kreativitas anak negeri harus didorong untuk maju, tetapi tetap mengemban misi edukasi kepada publik," ujar Okky.
Sekretaris Dewan Pakar DPP PPP ini meminta kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap produk makanan dan minuman yang beredar di masyarakat semestinya dapat meningkatkan sensitivitasnya, baik di pasar offline maupun pasar online.
"Di tengah pesatnya bisnis online seperti seperti saat ini, semestinya pengawasan BPOM jauh lebih ditingkatkan dan menerapkan terobosan-terobosan signifikan," ujar Okky menegaskan.
Strategi Marketing
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Bandung akhirnya mengungkap produsen snack Bikini. Lokasi produksinya ternyata di Sawangan, Depok, Jawa Barat.
"Kami mendatangi rumah pemilik ini pada dini hari tadi, pembuatnya perempuan berinisial TW 19 tahun, ada di lokasi saat didatangi," kata Kepala BBPOM Bandung Abdul Rahim, dalam jumpa pers di Bandung, Jabar, Sabtu 6 Agustus 2016.
Abdul mengatakan, produsen snack Bikini tersebut merupakan seorang perempuan 19 tahun berinisial TW dan sudah menjalankan usaha industri rumah tangga sejak Maret 2016.
TW telah memproduksi Bikini sejak Maret 2016 di rumah mewahnya di Depok. Saat penggerebekan, BBPOM mengamankan barang bukti 144 bungkus snack Bikini, kemasan snack Bikini sebanyak 3.900 lembar, bumbu 15 bungkus, bihun bahan baku 40 bungkus, peralatan produksi sebanyak lima buah meliputi kompor, wajan, dan peralatan lainnya.
Kanit PPA Polresta Depok AKP Elly Padiansari mengatakan, berdasarkan pengakuan mahasiswi itu, usaha mi Bikini itu telah dilakoninya sejak 2015. Namun, kala itu hanya berjalan selama dua minggu dan akhirnya kembali menjalankan usaha itu pada 2016.
"Pagi tadi kita datangi mi bikini produksi rumahan itu. Tujuannya untuk meminta keterangan T," kata Elly, Sabtu 6 Agustus 2016.
"Jadi gini mi ini produksi rumahan. Pelaku membuat bisnis mengisi luang. Dia membuka bisnis itu lewat online. Pengakuannya di tahun 2016 baru berjalan 3 bulan," sambung Elly.
Benar saja, strategi marketing itu memang jitu. Elly menyebutkan, hingga kini, pemasaran Mi Bikini Remas Aku sudah sampai ke kota-kota Besar di Indonesia seperti Semarang, Bandung, Jakarta, dan Palembang dengan harga Rp 15 ribu hingga Rp 20 ribu per bungkusnya.
"Pelaku membuat bisnis ini untuk mengisi waktu luang. Pengakuannya di tahun 2016 baru berjalan 3 bulan. Sampai sekarang total pesanannya (selama 2016) sudah 6.000 bungkus," kata Elly.
Belakangan, T mengaku kepada polisi alasan membuat kemasan berbau pornografi karena untuk menarik pembeli atau konsumen.
"Jadi, pernah ada kemasan lama," ujar Elly.
Selain tak menyangka menimbulkan kehebohan, menurut Elly, produsen mi Bikini Remas Aku mengaku bungkusnya lucu dan hanya dibuat supaya anak-anak senang.
"Yang bersangkutan tidak merasa bahwa dibungkusnya itu adalah konten yang berbau pornografi," kata Elly.
"Dia enggak berpikir ke arah sana. Ini unik kata dia untuk anak-anak. Ini hanya mi saja yang diremas enak rasanya," dia menambahkan.
Elly mengatakan polisi hanya minta keterangan sang produsen terkait gambar yang ada di kemasan mi Bikini Remas Aku. Selanjutnya, pihaknya hanya mendampingi pelaku.
"Kemarin yang menangani kasus ini adalah BPOM Jawa Barat, kita (polisi) hanya mendampingi saja. Kalau diminta BPOM akan kita tindak lanjuti. PPA hanya sebatas responsif terhadap gambar-gambar yang ada dibungkus itu," Elly memungkasi.