Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy menggulirkan ide 'kontroversial' untuk dunia pendidikan Indonesia. Menteri yang belum lama menggantikan Anies Baswedan itu mewacanakan sekolah sehari penuh atau full day school untuk siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP).
Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini mengaku mendapatkan inspirasi menerapkan sistem baru itu dari sekolah swasta yang sudah mempraktikkan sistem sekolah sehari penuh.
"Apa yang saya sampaikan sudah dipraktikkan oleh banyak sekolah, khususnya sekolah swasta. Dan itu memang betul, dan justru saya banyak diilhami oleh banyaknya sekolah swasta yang menyelenggarakan full day school itu," ujar Muhadjir di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Advertisement
Bila sistem itu diterapkan, para siswa nantinya akan pulang sekolah lebih sore, yakni pukul 17.00 WIB. Namun, para siswa akan libur dua hari pada Sabtu dan Minggu.
"Jadi kalau sehari penuh itu kan nanti bisa menerjemahkan lebih lanjut dari program Nawacita, di mana pendidikan dasar SD dan SMP itu pendidikan karakter lebih banyak dibanding knowledge base-nya," Muhadjir menjelaskan.
Menurut dia, banyak hal positif yang timbul jika sistem baru ini diberlakukan. Sistem sekolah sehari penuh mengharuskan siswa menyelesaikan belajar pada pukul 17.00 WIB. Kondisi ini membuat orangtua bisa menyesuaikan jam pulang kantor sekaligus menjemput anak sekolah.
"Kalau pulang pukul 17.00 WIB, kalau masyarakat kota kan umumnya pulang pukul 17.00 WIB, nanti bisa jemput anaknya pulang bersama," kata Muhadjir.
Berbeda dengan sekarang, imbuh Muhadjir, siswa sudah pulang sekolah pada pukul 13.00 WIB, sedangkan orangtua belum pulang saat siswa sudah pulang. Di sisi lain, anak sudah dilepas oleh sekolah setelah pulang, sehingga tak ada yang mengawasi.
"Justru ini yang saya duga terjadi penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh remaja celah ini ketika tidak ada satu pun orang yang bertanggung jawab ini, karena orangtuanya masih bekerja sekolah sudah melepas dia," dia memaparkan.
Muhadjir berharap, sistem ini akan mengurangi peluang negatif yang ditimbulkan dari celah waktu empat jam tanpa pengawasan itu. Dengan demikian, kasus kriminalitas yang bisa saja terjadi dapat diantisipasi.
"Karena itu untuk menyempitkan ruangan kosong ini maka kita lakukan dengan waktu sekolah diperpanjang disesuaikan dengan jam kerja orangtuanya ini nanti di waktu yang kosong ini bisa tertutup ini," ujar dia.
Jokowi Mendukung
Muhadjir mengaku ide sekolah sehari penuh atau full day school sudah dibicarakan dengan Presiden Jokowi. Menurut dia, Jokowi mendukung sistem ini.
"Ini juga mohon persetujuan dari Pak Presiden sudah bertemu pertama beliau sudah sangat mengapresiasi bahkan memberikan contoh-contoh. Kemudian Pak Wapres sudah menyetujui, kami tinggal menyusun lebih lanjut," ucap Muhadjir di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Jokowi, kata dia, setuju dengan program ini karena pendidikan karakter yang menjadi fokus program Nawacita ini akan lebih memiliki tempat di sekolah.
"Iya pembentukan karakter sesuai dengan program Nawacita seperti yang disampaikan Pak Jokowi dan Pak JK," dia menambahkan.
Dalam pertemuan dengan JK, Muhadjir pun menjelaskan tentang wacana sekolah sehari penuh ini. Menurut Muhadjir, JK ingin Mendikbud melakukan proyek percontohan sebelum sistem ini benar-benar digunakan.
"Saya sudah konsultasi ke beliau dan beliau menyarankan ada semacam pilot project dulu untuk mengetes pasar dulu," ujar dia.
Tampung Kritik
Muhadjir mengaku senang dan dengan tangan terbuka siap menerima kritik dan saran masyarakat terkait wacana full day school yang dilontarkannya itu. Sebab, hal itu adalah cerminan masyarakat demokratis yang kritis dan cerdas.
"Tidak semua kritik tidak bagus, dan akan kita tampung, kita olah. Ini masih sosialisasi, baru sekadar mengenalkan gagasan. Saya malah curiga kalau (masyarakat) langsung main terima saja. Justru bagus, ada usulan terus dikritisi. Tandanya masyarakat cerdas," ujar Muhadjir.
Â
Dia menjelaskan, sistem sekolah sehari penuh ini telah mendapatkan lampu hijau dari Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Namun, mereka menuntut pengkajian seksama agar nantinya berdampak positif bagi anak-anak dan orangtua murid.
Muhadjir juga menuturkan, ide ini adalah wujud nyata dari Nawacita Pemerintah Jokowi-JK Terkait Pendidikan, di mana di dalamnya tercantum perlunya pendidikan budi pekerti dan karakter. Sebanyak 70 persen konten karakter dan 30 persen konten pengetahuan untuk siswa tingkat Sekolah Dasar (SD) serta 60 persen konten karakter dan 40 persen konten pengetahuan untuk siswa tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Yang ditanamkan karakternya itu ada 18 butir nilai, mulai dari religius, toleransi, kerja keras, kreatif, demokratis, cinta tanah air, dan masih banyak lagi sesuai yang ada di Nawacita," kata Mujadjir.
Muhadjir mengatakan, siswa tidak perlu khawatir dengan sistem baru ini. Meski harus pulang lebih lama, yakni pukul 17.00 WIB siswa tidak akan sepenuhnya belajar di kelas.
"Nanti kita ubah jadi betul-betul sehari penuh ada proses pembelajaran baik di kelas maupun di luar kelas. Jadi tidak sepenuhnya ada di dalam kelas," kata Muhadjir.
Muhadjir mengaku paham betul, tidak ada siswa yang kuat belajar di dalam kelas sejak pagi hingga sore. Sekolah bisa memanfaatkan waktu belajar di luar kelas untuk diisi dengan berbagai kegiatan yang bisa menggali minat siswa.
"Yang mau meningkatkan ngajinya ya panggil aja ustaz kan tidak usah kita kursus ke luar. Yang bahasa Inggris juga gitu, kita panggil mentor bahasa Inggris," ujar dia.
Muhadjir ingin sekolah tidak lagi menjadi momok menyeramkan bagi siswa. Sekolah harus menjadi salah satu tempat favorit anak yang menyenangkan, meski saat belajar.
"Jadi suasana akan lebih menggembirakanlah. Kita ingin menciptakan sekolah yang menggembirakan," Muhadjir memungkasi.
KPAI Minta Kaji Utuh
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Efendy mengkaji kembali idenya mengenai sekolah sehari penuh atau full day school. Namun begitu, seharusnya setiap menteri baru tidak harus membuat kebijakan baru juga.
"Implementasinya harus didahului kajian yang utuh. KPAI menilai menteri baru tidak harus membuat kebijakan baru, apalagi tanpa didahului kajian yang matang. Akibatnya justru akan merugikan anak," ujar Ketua KPAI Asrorun Ni'am Sholeh di Jakarta, Selasa 9 Agustus 2016.
Dia pun menegaskan, kebijakan pendidikan, apalagi yang bersifat nasional, tidak bisa didasarkan pengalaman orang per orang. Apalagi pengambilan kebijakan nasional tidak boleh parsial.
"Tidak boleh hanya berdasar kepada pengalaman pribadi," tutur Asrorun.
Menurut dia, masing-masing siswa memiliki kondisi yang berbeda-beda. Siswa yang satu dengan yang lainnya tidak bisa disamaratakan. Selain itu, menghabiskan waktu dengan durasi panjang di sekolah dapat mengganggu intensitas interaksi anak.
"Anak-anak butuh interaksi dengan teman sebaya di sekolah, teman di lingkungan tempat tinggal, dan dengan keluarga di rumah. Dengan kebijakan full day school, pasti intensitas pertemuan anak dan orangtua juga pasti akan berkurang. Apalagi, tidak semua orangtua bekerja keluar rumah. Ini akan berpengaruh dalam proses tumbuh kembang anak," Asrorun mengungkapkan.
Menurut dia, perbaikan sistem pendidikan bukan hanya berdasarkan lama waktu di sekolah, tetapi juga harus memperbaiki lingkungan sekolah yang ramah bagi anak.
"Tanpa ada perbaikan sistem pendidikan dengan spirit menjadikan lingkungan sekolah yang ramah bagi anak, maka memanjangkan waktu sekolah, malah akan menyebabkan potensi timbulnya kekerasan di lingkungan sekolah," ucap Asrorun.
Respons Kepala Daerah
Â
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok angkat bicara tentang rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Efendy menambah jam belajar di sekolah lewat sistem baru yaitu full day school atau sekolah sehari penuh.
Ahok menilai tak ada yang aneh dengan peraturan baru itu. Sebab, anaknya yang masih duduk di bangku sekolah juga sudah menjalankan sistem tersebut. "Anak saya juga pulang sore terus," ujar Ahok di Balai Kota Jakarta, Senin 8 Agustus 2016.
Mantan Bupati Belitung Timur itu menyebut tak ada masalah dengan jam sekolah yang ditambah. Pendapat Ahok itu berkaca dari pengalaman anaknya yang juga berada di sekolah dari pagi hingga sore hari.
"Anak saya juga gitu, enggak apa-apa," ucap dia.
Apabila sistem itu diterapkan, para siswa nantinya akan pulang sekolah lebih sore, yakni pukul 17.00 WIB. Tujuan sistem baru itu salah satunya adalah agar guru dapat maksimal mendidik siswa di sekolah.
Ahok menilai wacana itu perlu dikaji mendalam sebelum direalisasikan. "Ini baru dilempar wacana begitu, mesti dikaji dulu," kata Ahok di Balai Kota Jakarta.
Meski anaknya tak masalah harus bersekolah hingga sore hari, Ahok menyadari kondisi sekolah satu dan lainnya berbeda-beda. Menurut Ahok, penerapan sekolah sehari penuh perlu dikaji kesiapan penunjang pembelajaran dan kesediaan makanan di sekolah.
"Sebetulnya sih enggak masalah, cuma kesulitannya adalah sekolah-sekolah yang satu (gedung) dipakai dua (sekolah)," kata Ahok.
"Kalau kamu sampai begitu panjang (jam belajar), itu anak mesti dikasih makan enggak? Kalau yang enggak punya duit bagaimana? Kasihan, kan? Kalau bisa siapkan makanan," ujar Ahok.
Selain itu, kata Ahok, kemampuan guru juga harus terjamin agar murid tidak jenuh belajar seharian.
"Gurunya mesti kreatif juga lho. Saya mengerti, pikiran menteri ini baik. Dia pengin waktunya diperpanjang bukan untuk pelajaran, tapi untuk budi pekerti," Ahok memungkasi.
Adapun Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas berharap penerapan kebijakan full day school yang diwacanakan Mendikbud dikaji ulang.
Pria yang biasa disapa Anas ini menilai kebijakan tersebut belum tentu cocok diterapkan di daerah-daerah seperti Banyuwangi.
"Prinsipnya, kami patuh dengan kebijakan pemerintah pusat. Namun, alangkah elok jika kebijakan tersebut juga memperhatikan keberagaman wilayah, tantangan-tantangan yang ada di daerah, karakteristik daerah," ujar Bupati Anas dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Selasa 9 Agustus 2016.
Menurut Anas kebijakan tersebut mungkin cocok diberlakukan di kota- kota besar seperti Jakarta. Untuk daerah-daerah lain seperti Banyuwangi, pengembangan kreativitas anak tidak harus dilakukan di sekolah.
"Di desa-desa, ada loh anak yang setelah pulang sekolah dia ikut bapaknya bekerja di sawah, ikut melihat bapaknya merawat buah Naga di kebun dan ada juga yang ikut melihat ibunya membatik. Itu bagian dari pengalaman, interaksi dengan orangtua," ucap Anas.
Dari konteks pendidikan, Anas pun menilai full day school dianggap kurang pas diterapkan.
"Anak butuh interaksi banyak dengan orangtuanya, maupun dalam konteks kedaerahan yang macam-macam modelnya," ucap mantan Ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) itu.
Ia pun berharap kebijakan itu dikaji terlebih dahulu bila ingin diterapkan secara menyeluruh. Banyak aspek yang harus dipertimbangkan bila diterapkan di daerah-daerah.
"Kurang pas jika kemudian pengalaman orang kota dibawa ke orang daerah atau katakanlah orang yang tinggal di desa," kata Anas.
Ia juga menganggap alasan Mendikbud yang mengatakan bahwa full day school diterapkan untuk menjaga anak agar jauh dari hal-hal negatif selama orangtua bekerja dianggap kurang tepat. Sebab banyak orangtua yang juga bekerja, namun tetap bersama anaknya.
"Mungkin ayahnya kerja, sedangkan ibunya di rumah. Atau ibunya bekerja di kantor, sedangkan ayahnya berwirausaha dari rumah. Kan kalau begitu tetap bisa mendampingi anak saat siang hingga sore hari. Saya kira anak tetap perlu banyak interaksi dengan orangtua yang ada di rumah karena pembentukan karakter utama kan sebenarnya dari rumah," Anas menandaskan.