Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan anggota Komisi V DPR Andi Taufan Tiro atas perkara dugaan suap proyek pembangunan jalan di Kementerian Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Ia ditahan setelah menjalani pemeriksaan sebagai tersangka di gedung KPK selama 10 jam, pada Selasa (6/9/2016).
Baca Juga
Pantauan di lokasi, politikus PAN itu ragu-ragu untuk keluar dari Gedung KPK. Ia sempat terlihat berbincang dengan pengamanan pihak KPK di pintu kaca.
Advertisement
Kemudian, dia pun memberanikan diri keluar dari Gedung KPK dengan mengenakan rompi tahanan KPK. Ia juga sempat melemparkan senyuman pada awak media meski penyidik KPK melakukan penahanan.
Setelah masuk ke dalam mobil tahanan KPK, Andi sempat melambaikan tangan. Ia dijebloskan ke tahanan untuk 20 hari pertama. Penahanan dilakukan dengan alasan subjektif penyidik. Ia dikhawatirkan menghilangkan atau menyembunyikan bukti-bukti terkait kasus yang tengah menjerat dirinya.
Sebelumnya, Andi Taufan bersama Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary ditetapkan KPK sebagai tersangka secara bersamaan. Keduanya diduga turut menerima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Pada kasus ini, sejumlah Anggota Komisi V DPR diduga telah menerima suap dari Direktur PT Windhu Tunggal Utama, Abdul Khoir. Suap diberikan agar mereka menyalurkan program aspirasinya untuk pembangunan jalan milik Kementerian PUPR di Maluku dan Maluku Utara.
Total ada tujuh nama yang telah berstatus tersangka tiga di antaranya merupakan Anggota Komisi V DPR RI. Ketiganya, yaitu Damayanti Wisnu Putranti dari Fraksi PDIP, Budi Supriyanto dari Fraksi Golkar, dan Andi Taufan Tiro dari Fraksi PAN.
Mereka diduga menerima fee hingga miliaran rupiah dari Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir.
Sementara tersangka lainnya yakni, Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustary, Abdul Khoir serta dua staf Damayanti, yakni Dessy A Edwin dan Julia Prasetyarini.
Abdul Khoir telah divonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor. Dia divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider lima bulan kurungan. Khoir didakwa bersama-sama memberi suap kepada pejabat di Kementerian PUPR dan sejumlah Anggota Komisi V.
Total uang suap yang diberikan Abdul sebesar Rp 21,38 miliar, SGD 1,67 juta, dan USD 72,7 ribu. Suap diberikan oleh Abdul bersama-sama dengan Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng dan Direktur PT Sharleen Raya (JECO Group) Hong Arta John Alfred.