Dilema Kapolri Tito saat Tangani Kasus Ahok

Banyak pertimbangan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelum memutuskan untuk melanjutkan kasus Ahok.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 20 Nov 2016, 15:37 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2016, 15:37 WIB

Liputan6.com, Jakarta Polri telah menetapkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok atas kasus dugaan penistaan agama. Rupanya, banyak pertimbangan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian sebelum memutuskan melanjutkan kasus itu.

Tito menjelaskan, laporan atas kasus itu mulai berdatangan sejak 6 Oktober 2016. Sejak saat itu, datang 14 laporan yang sama di Mabes Polri. Melihat laporan itu, Tito pun berada dalam kondisi dilematis pada kasus ini.

"Ini dilematis, adanya aturan internal Polri yang keluar pada tahun 2013 dan 2015. Kasus yang berkenaan dengan pasangan calon pilkada agar tetap netral dan tidak dijadikan alat politik agar ditunda setelah pilkada," jelas Tito di majelis taklim Habib Ali bin Abdurrahman Alhabsy Kwitang, Jakarta Pusat, Minggu (20/11/2016).

Memang selama ini, laporan yang datang ke kepolisan dan ditujukan kepada calon kepala daerah tertentu kerap dijadikan alat untuk menjegal. Tapi polisi juga tidak berbuat apa-apa selain meneruskan kasus bila bukti mencukupi.

Sebelum memutuskan untuk melanjutkan atau tidak kasus ini, Tito memanggil jajarannya. Semua pendapat didengarkan. Sampai akhirnya diputuskan untuk melanjutkan kasus ini.

"Ini bukan tanpa risiko. Sekali menggulirkan ini 100 pilkada lainnya menggunakan tangan polisi untuk menjegal, mau enggak mau diproses semua, bukan tanpa risiko. Di Jakarta pun kalau ada laporan 2 pasangan lainnya saya juga proses, ini persamaan di muka hukum," jelas Tito.

Tim penyidik langsung dibuat. Tak kurang dari 27 orang bergabung dalam tim itu. Semua melakukan pemeriksaan terhadap 14 laporan yang masuk.

Tim juga datang langsung ke berbagai daerah untuk meminta keterangan kepada beberapa saksi, termasuk ahli agama dan ahli bahasa.

"Sehingga satu bulan 69 saksi pelapor, saksi ahli, terlapor termasuk Basuki Tjahaja Purnama 2 kali kita periksa, pertama datang sendiri kedua kita panggil," imbuh mantan Kepala BNPT itu.

Dalam pemeriksaan, saksi ahli pun terbelah dalam menjelaskan kasus ini. Ada 30 saksi yang memiliki pandangan berbeda. Akhirnya muncul rencana gelar perkara terbuka. Dilema lain pun muncul.

"Kita putuskan gelarnya buka aja tadinya mau live biar semua orang tahu. Dikritik ahli hukum karena produk penyelidikan tidak boleh terbuka. Polri hanya menyiapkan berkas ke jaksa, jaksa lalu ke pengadilan. Di sanalah baru debat," lanjut Tito.

Sehari sebelum penetapan tersangka, jajaran penyidik kemudian menghadap Tito. Dari situ diketahui ada dissenting opinion, tapi itu wajar dalam dunia hukum. Akhirnya diputuskan dinaikkan statusnya menjadi penyidikan dan Ahok ditetapkan sebagai tersangka.

Tito sempat mendengar kekhawatiran dari beberapa penyidik soal keputusan menetapkan Ahok sebagai tersangka. Pasti ada yang marah dan tidak suka dengan penetapan ini.

"Pasti ada yang dirugikan dan diuntungkan, pro kontra. Sudah kita kembalikan saja demi bangsa masyarakat kita bismillah apapun risiko kita tanggung. Naikkan penyidikan, tetapkan tersangka, lakukan pencegahan jangan sampai ada apa-apa kemudian hari. Berkas segera kita selesaikan, segera kita serahkan ke kejaksaan," pungkas Tito.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya