Liputan6.com, Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Utara, telah memastikan sidang dugaan penistaan agama, dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, dilakukan di bekas gedung PN Jakpus. Namun, pihak Kepolisian mengusulkan dua tempat PRJ Kemayoran dan Camping Ground Cibubur.
Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) yang juga pengamat hukum, Petrus Selestinus, menyarankan pihak pengadilan dan kejaksaan merima masukan Kepolisian terkait sidang Ahok.
"Seharusnya kejaksaan, maupun pengadilan negeri harus mengambil inisiatif, memberi usul kepada MA (Mahkamah Agung), supaya lokasi dipindahkan yang netral," ucap Petrus di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu 7 Desember 2016.
Advertisement
Hal ini, menurutnya, berdasarkan Pasal 85 KUHAP yang memberikan ruang bagi pemindahan tempat persidangan jika potensi kerawanannya tinggi.
Dalam Pasal 85 KUHAP, dikatakan dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul Ketua Pengadilan Negeri atau Kepala Kejaksaan Negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut pada pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud.
Karena itu, ia menyarankan, sidang Ahok bisa dipindahkan ke luar Pulau Jawa, seperti di Papua. "Kalau tidak di NTT ya Papua, yang penting di luar Jawa. Kalau di Bali bisa, tapi riskan," ungkap Petrus.
Dengan dipindahkan lokasi sidang, ia menambahkan, maka hal ini bisa membuat baik pihak kepolisian, majelis hakim, ataupun jaksa penuntut umum (JPU) bekerja tanpa intervensi.
"Dalam kasus Ahok, harus lebih netral dan lebih mampu. Kalau di Jakarta, sebelum gelar perkara, lihat banyak desakan massa banyak. Siapa yang didesak Polri, siapa yang didesak jaksa. Pemerintah harus menjamin psikis hakim dan jaksa, keluarganya, dan saksi. Tidak mungkin hakim tenang, jika diteror. (Pengerahan massa) bisa mempengaruhi. Kan hakim manusia. Dia bisa takut," tandas Petrus.