Terkait Kasus di Bakamla, Komandan Puspom TNI Sambangi KPK

KPK mengakui kedatangan sang komandan untuk koordinasi penanganan kasus dugaan suap di Bakamla.

oleh Oscar Ferri diperbarui 20 Des 2016, 19:42 WIB
Diterbitkan 20 Des 2016, 19:42 WIB
20160223-Gedung-KPK-HA
Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). (Liputan6,com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta Komandan Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI, Mayor Jenderal TNI, Dodik Wijanarko mendatangi KPK. Saat tiba, dia tidak mengenakan pakaian dinas.

Tiba di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/12/2016), Dodik yang mengenakan kemeja batik itu enggan menangapi pertanyaan awak media. Dia langsung masuk ke dalam gedung antirasuah tersebut.

Wakil Ketua KPK, Laode M Syarief mengakui kedatangan Dodik untuk melakukan koordinasi penanganan kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla). Sebab, diduga ada keterlibatan oknum TNI dalam kasus itu.

"Kami melakukan kordinasi penanganan kasus di Bakamla. Mereka persentasi di atas sehingga kami mencarikan jalan paling baik untuk kasus ini. Kami sedang koordinasi menangani kasus yang diduga melibatkan anggota TNI," ujar dia.

Laode masih belum mau bicara banyak soal kedatangan Danpuspom TNI‎. Sebab nantinya akan dilakukan gelar perkara untuk menentukan oknum TNI dimaksud terlibat atau tidak.

"Ini yang sedang kita bicarakan. Belum bisa kami bicarakan. Nanti setelah dibicarakan dan gelar perkara nanti, Danpuspom yang umumkan kalau itu betul ada tersangkanya," ujar Laode.

KPK telah menetapkan empat tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan alat monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P tahun 2016‎.

Keempatnya, yakni Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Bakamla Eko Susilo Hadi, pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.

Oleh KPK, Eko sebagai penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara Adami, Hardy, dan Fahmi selaku pemberi suap disangka dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 ‎huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

Adapun, penetapan tersangka ini merupakan hasil OTT yang dilakukan Tim Satgas KPK di dua lokasi berbeda di Jakarta. Dalam OTT itu diamankan empat orang, yakni ‎Edi, Adami, Hardy, dan Danang Sri Raditiyo.

Dari pemeriksaan 1x24 jam, tiga diantaranya jadi tersangka, sementara Danang yang merupakan pegawai PT MTI masih berstatus saksi. Sedangkan, Fahmi jadi tersangka usai KPK memeriksa terhadap mereka yang diamankan Tim Satgas dalam OTT tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya