AJI Sebut Ancaman Besar 2016 Adalah Kekerasan Terhadap Jurnalis

Selain kekerasan pada jurnalis, AJI juga menyorot ancaman kebebasan berekspresi atau pembungkaman oleh aparat.

oleh Delvira Hutabarat diperbarui 23 Des 2016, 14:26 WIB
Diterbitkan 23 Des 2016, 14:26 WIB
AJI
Kekerasan Jurnalis sepanjang 2016 meningkat. (Delvira Chaerani Hutabarat/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam catatan akhir tahunnya menyebut pada 2016 menjadi tahun berbahaya bagi jurnalis di Indonesia. Dua isu terbesar adalah kekerasan pada jurnalis dan regulasi yang menindas media dan jurnalis.

"Tahun ini jurnalis dalam tekanan luar biasa. Kasus kekerasan tahun ini melonjak 2 kali lipat tertinggi dalam 10 tahun terakhir. Ada 78 kasus," ujar Ketua AJI Suwarjono di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (23/12/2016).

Padahal, pada tahun sebelumnya, rata-rata kasus kekerasan hanya 40 kasus per tahun. Kasus kekerasan, dari data AJI, paling banyak dilakukan aparat. Selain itu, kekerasan terdiri dari teror hingga pembunuhan.

"Kekerasan masif terjadi dari Aceh sampai Papua. Kekerasan fisik teror sampai pembunuhan. Lalu tidak ada satupun pelaku kekerasan ditindak kepolisian. Ada semacam pembiaran. Kami sangat sesalkan," tegas Suwarjono.

Selain kekerasan pada jurnalis, AJI juga menyorot ancaman kebebasan berekspresi atau pembungkaman oleh aparat. "Ancaman terhadap kebebasan berekspresi dan berpendapat. Bagi AJI jadi ancaman serius. Lalu Ancaman kekerasan pembubaran acara," ucap dia.

AJI juga menyoroti maraknya gerakan intoleran pada tahun ini. Dia mencontohkan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis televisi saat demo bela Islam 412 dan 212 lalu.

"Gerakan intoleran semakin menguat. Kasus belum lama ini 2 Desember kemarin teman Kompas tv dan Metro tv dapat pengusiran. Ini juga ancaman serius," tandas Suwarjono.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya