Gempa Pidie dan Trauma Tsunami 2004

Meski dengan besaran gempa yang lebih kecil, hal itu cukup memberi dampak psikologis bagi warga.

oleh RinaldoNanda Perdana PutraMuslim AR diperbarui 26 Des 2016, 08:17 WIB
Diterbitkan 26 Des 2016, 08:17 WIB
20161208-Gempa Sebabkan Jalan Retak di Pidie Jaya Aceh-Aceh
Kondisi jalan retak di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh, Kamis (8/12). Gempa berkekuatan 6,5 SR pada Rabu pagi menyebabkan sejumlah ruas jalan retak dan mengalami kerusakan. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Gempa berkekuatan 6,4 SR terjadi pada Rabu, 7 Desember 2016 pukul 05.03 WIB berpusat di Kabupaten Pidie Jaya, Aceh. Gempa yang berjarak 18 kilometer timur laut Pidie Jaya berkedalaman 10 kilometer itu tidak berpotensi tsunami. Gempa dirasakan cukup kuat hingga ke Meulaboh, Langsa, Lhokseumawe, dan Banda Aceh.

Di Kota Banda Aceh, kepanikan pun sempat terjadi saat gempa mengguncang. Banyak warga yang keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Bahkan, ada yang mengira akan terjadi tsunami.

Saat gempa menggoncang Pidie Jaya, masyarakat memang langsung teringat bencana tsunami 2004. Hal itu disampaikan Kepala Data dan Informasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho.

Pemandangan dari atas saat sejumlah eskavator dikerahkan untuk mengangkat puing-puing di Pasar Meureudu, Pidie Jaya, Aceh yang runtuh akibat gempa, Kamis (8/12). Dikabarkan korban meninggal sudah mencapai 102 orang. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Lokasi daerah tersebut memang rawan gempa, tapi tidak membangkitkan tsunami. Namun, respons masyarakat langsung berhamburan ke luar rumah dan mencari tempat lebih tinggi karena trauma," tutur Sutopo di Kantor BNPB, Jalan Pramuka Raya, Jakarta Timur, Rabu 7 Desember 2016.

Terlebih, lanjut Sutopo, gempa susulan pun kembali mengguncang kawasan tersebut. Meski dengan besaran gempa yang lebih kecil, hal itu cukup memberi dampak psikologis bagi warga.

Kabar Air Naik

Hal itu pula yang dirasakan Murni. Perempuan 24 tahun itu termangu saat menyadari adanya gempa. Wilayah yang ia tinggali merupakan perbatasan antara Bireuen dengan Aceh Utara, lokasi yang tak jauh dari pusat gempa Aceh, Pidie Jaya.

"Saya langsung bangunin kakak dan bayinya, bangunin adik-adik. Kami menunggu sesaat. Setelah anggota keluarga lengkap, kami berlarian keluar," kata Murni kepada Liputan6.com, Rabu, 7 Desember 2016.

Dia melihat di jalan depan rumahnya sudah banyak berkumpul warga lainnya. Mereka juga merasakan gempa yang sama. Sebagian warga berlarian menuju daerah yang lebih tinggi karena khawatir terjadi tsunami.

Akibat keganasan tsunami Aceh 11 tahun yang lalu, tercatat ada sekitar 250.000 orang yang menjadi korban.

"Kami masih trauma (tsunami)," ucap perempuan bernama lengkap Murni M. Nasir itu.

Masih terekam jelas dalam benak Murni bagaimana gelombang tsunami meratakan Aceh Utara, daerah tetangganya.

"Tak ada imbauan, tapi warga sudah ada yang menyelamatkan dirinya," kata dia.

Selain menyelamatkan diri ke daerah yang lebih tinggi, sebagian masyarakat memilih pergi ke musala, muenasah (pesantren) dan masjid sebagai tempat berlindung.

"Ada yang bilang air udah naik lagi. Ini yang buat kami trauma," ujar Murni.


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya