4 Kasus Penganiayaan Maut di Kampus STIP

Bermula ketika salah satu dari empat senior STIP mengumpulkan junior setelah mereka selesai latihan drum band, sekitar pukul 22.00 WIB.

oleh Moch Harun SyahNafiysul Qodar diperbarui 11 Jan 2017, 18:56 WIB
Diterbitkan 11 Jan 2017, 18:56 WIB
Ilustrasi Penganiayaan
Ilustrasi Penganiayaan (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Liputan6.com, Jakarta - Aksi dugaan penganiayaan hingga jatuh korban jiwa kembali terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilincing, Jakarta Utara. Kali ini, pelajar tingkat satu bernama Amirullah Adityas Putra (18) meninggal setelah dianiaya seniornya.

"Benar, diperkirakan waktu kejadiannya semalam, Selasa 10 Januari sekitar pukul 22.30 WIB," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (11/1/2017).

Argo melanjutkan, korban yang ambruk setelah menerima sejumlah pukulan dari seniornya lantas dibawa ke petugas medis. Korban baru mendapatkan penanganan medis sekitar pukul 00.15 hingga 01.45 WIB dini hari tadi. Namun nahas, nyawanya tak tertolong lagi.

Kasus kekerasan hingga meninggalnya taruna di STIP ini, bukan hanya kali ini saja. Berikut rangkuman kekerasan di sekolah pelayaran itu:

1. Meninggalnya Amirullah Adityas

Amirullah Adityas Putra (19) tewas diduga dianiaya para seniornya. Taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Cilingsing, Jakarta Utara ini dianiaya empat orang seniornya.

Empat senior yang diduga menganiaya taruna tingkat satu itu berinisial SM (20), WS (20), IS (22), dan AR (20). Pantauan Liputan6.com, Rabu (11/1/2016), mereka tengah diperiksa di Polsektro Cilincing, Jakarta Utara. Amir tewas setelah dianiaya di lantai 2 Gedung STIP, sekitar pukul 22.30 WIB.

"Benar, diperkirakan waktu kejadiannya semalam, Selasa 10 Januari sekitar pukul 22.30 WIB," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono saat dikonfirmasi, Jakarta, Rabu (11/1/2017).

Peristiwa itu dibenarkan pihak kepolisian Polres Jakarta Utara. Namun polisi belum mau membuka secara detail awal muasal terjadinya kasus dugaan penganiayaan itu.

Bermula ketika salah satu dari empat senior tersebut mengumpulkan junior setelah mereka selesai latihan drum band, sekitar pukul 22.00 WIB.

Enam taruna STIP tingkat satu akhirnya mengikuti perintah empat seniornya itu. Mereka berkumpul di lantai 2, kamar M-205. Sampainya di lokasi, satu per satu para senior menganiaya taruna tingkat satu dengan tangan kosong.

Namun, ketika pukulan terakhir dilayangkan WS, tiba-tiba Amirullah pingsan dan ambruk ke dada seniornya itu.

Panik melihat kejadian itu, para senior langsung membaringkan Amirullah di tempat tidur. Empat senior tersebut lalu menghubungi seniornya di tingkat 4 dan langsung dilanjutkan ke pembina dan piket medis STIP untuk memeriksa kondisi korban. Dan saat itu kondisi korban sudah tidak bernyawa.

Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi menyatakan belasungkawa atas meninggalnya Amirullah. Dia menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan di STIP Jakarta hingga menewaskan tarunanya.

"Berkaitan dengan pelaku. Karena ada yang sampai meninggal, kita nilai ini sebagai sesuatu ranah hukum," kata Budi Karya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).

Bambang menjelaskan, Kemenhub telah membentuk tim investigasi internal, yahg diketuai Sekretaris BPSDM Perhubungan Edward Marpaung.

"Sebagai tindak lanjut dari kejadian tersebut, Kemenhub juga telah mengambil langkah cepat dengan membebastugaskan Ketua STIP, Capten Weku F Karuntu."

2. Kematian Dimas Dikita

Aksi Pita Hitam Taruna STIP Untuk Dimas Dikita Handoko
Sebagai bentuk solidaritas dan tanda berkabung, Rabu (30/04/14) para taruna mengenakan pita hitam melingkar di lengan kiri selama seminggu (Liputan6.com/Johan Tallo)

Dimas Dikita Handoko yang meregang nyawa setelah menjadi korban kekerasan dari para seniornya di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) tempat dia menuntut ilmu. Taruna (mahasiswa) semester 1 ini tidak tewas di kampus, melainkan di tempat kos seniornya.

Cerita berawal ketika Jumat 25 April 2014, Dimas dipanggil sejumlah seniornya untuk datang ke tempat kos di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Tidak hanya Dimas, di rumah kos berlantai 2 milik Ibu Siagian di Jalan Kebon Baru II, Semper Barat itu ada 6 mahasiswa yunior STIP lainnya.

Di tempat itulah penganiayaan berlangsung. Dimas mengalami luka akibat pukulan yang dideritanya, mulai dari perut, dada, hingga ulu hati. Dia juga sempat jatuh pingsan setelah menerima pukulan.

Namun para pelaku terus memukuli hingga akhirnya dibawa ke RS Pelabuhan Jakarta. Nyawa Dimas tak tertolong sebelum menjalani pemeriksaan dokter pada Sabtu 26 April 2016 dini hari.

Sementara 6 mahasiswa lainnya, yaitu Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arief Permana, dan Imanza Marpaung yang merupakan rekan seangkatan Dimas juga mengalami memar di bagian dada dan kepala sehingga harus mendapat perawatan rumah sakit.

Rukita Harnayanti (kiri), ibunda Dimas D handoko, langsung bertemu dengan pihak STIP Marunda, Jakarta Utara, Rabu (30/04/14). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Kepolisian Resor Jakarta Utara kemudian menetapkan 7 mahasiswa tingkat II menjadi tersangka. Dari penyidikan sementara, penganiayaan tersebut berlatar belakang sepele. 7 Mahasiswa junior tersebut dianggap tidak respek terhadap para pelaku sehingga mereka dianiaya.

Pihak STIP sendiri mengaku terkejut dengan kasus tewasnya taruna tingkat pertama itu. Selain meminta maaf kepada keluarga korban dan seluruh orangtua taruna, pihak STIP menyatakan akan mengambil tindakan tegas terhadap taruna yang terlibat.

Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap 3 terdakwa penganiaya Dimas Dikita Handoko, taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara.

Dalam amar putusan 9 Oktober 2014, majelis hakim mengatakan para terdakwa yaitu Angga Afriandi, Fachry Husaini Kurniawan, dan Adnan Fauzi Pasaribu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penganiayaan.

Sementara empat tersangka lainnya merupakan senior yang menganiaya rekan-rekan Dimas.

 

3. Penganiayaan Daniel Roberto

STIP
(stipjakarta.ac.id)

Penganiayaan dialami Daniel Roberto Tampubolon (22), mahasiswa angkatan pertama Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Kasus penganiayaan tersebut terkuak setelah ibunda korban Daniel, Rosannaria Simanuillang, membuat laporan ke Sentra Pelayanan Polsek Cilincing, Jakarta Utara pada Rabu malam 8 April 2015 pukul 23.00 WIB.

Dalam laporannya, Rosannaria menerangkan bahwa anak laki-lakinya dipukuli dan disuruh memakan cabai dalam jumlah banyak.

"Kejadiannya itu Senin (6 April 2015) sekitar pukul 07.30 WIB," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Martinus Sitompul di Mapolda Metro Jaya, Kamis 9 April 2015.

Menurut ibunda Daniel , sang anak sempat dilarikan ke Rumah Sakit Pelabuhan, Koja, Jakarta Utara karena kondisinya mengkhawatirkan. Pemuda berambut plontos itu mengalami sesak napas, mual, nyeri di bagian ulu hati, dan pusing.

Polsek Cilincing kemudian menetapkan lima tersangka terkait kasus penganiayaan Daniel. Kelimanya yang merupakan senior Daniel itu adalah Magister Manurung, Roma Dani, Iwan Siregar, Filipus Siahaan, dan Heru Pakpahan.

Kapolsek Cilincing AKP Andre mengatakan penetapan kelima tersangka itu berdasarkan keterangan lima saksi.

Tak hanya diproses secara hukum, kasus penganiayaan senior terhadap junior STIP juga dibawa ke Sidang Kehormatan Sekolah.

Menurut Ketua STIP Marunda Kapten Soenardjo, 7 taruna semester IV yang memukul dan mencekoki air cabai kepada Daniel Roberto Tampublon sudah mendapatkan sanksi tegas dari pihak sekolah. Rincinya, 5 pelaku dikeluarkan dan 2 taruna diskorsing 1 tahun.

"Dua diskors karena 2 (taruna) ini tidak memukul, yang satu cuma suruh push up dan satu lagi memberikan makan sambal saus. Tapi yang lain malah memukuli," jelas Arifin ketika dihubungi, Jumat 10 April 2015.

4. Kematian Agung Bastian

stip-130729b.jpg

Pada Sabtu 17 Mei 2008, makam Agung Bastian Gultom dibongkar tim forensik Rumah Sakit Umum dokter Sutomo, Surabaya, Jawa Timur. Pembongkaran kuburan Agung yang dimakamkan 3 hari sebelumnya di pemakaman Kristen Babat Jerawat, Surabaya, dibantu personel Kepolisian Resort Kota Surabaya Utara dan Polres Jakarta Utara.

Makam Agung dibongkar guna mencari bukti kekerasan dalam tubuh korban. Sebab, sebelum tewas korban diduga dianiaya 10 seniornya di dalam kampus STIP di Marunda. Korban bersama 3 rekannya dihukum karena dianggap melakukan kesalahan dalam latihan pedang pora menyambut Agustusan.

Saat jenazah Agung dipulangkan ke Surabaya, ayah korban Baharuddin Gultom menyangkal keterangan pihak kampus yang menyatakan anak bungsunya itu meninggal karena sakit.

Polres Jakut kemudian menetapkan 4 tersangka pembunuh Agung. Para tersangka tak lain senior korban di STIP, yaitu Lasmono, Anggi, Hari Nugraha, dan Anton.

Misteri tewasnya taruna tingkat satu tersebut terkuak dari hasil otopsi yang dilakukan polisi dengan membongkar makam korban. Tim forensik menemukan beberapa luka bekas penganiayaan di tubuh korban yang diduga kuat dilakukan seniornya di dalam kampus. Dugaan itu diperkuat hasil reka ulang.

Dari 4 tersangka itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, memvonis 3 terdakwa pembunuh Agung lima tahun penjara kepada Harry Nugraha, Lasmono, dan Anggi Dwi Wicaksono.

Mereka dinilai terbukti menganiaya Agung hingga tewas. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut ketiga mahasiswa tingkat dua STIP itu 7 tahun penjara.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya