Menristek Dikti Tutup 140 Perguruan Tinggi Abal-Abal

Menristek Dikti M Nasir juga mendorong guru besar untuk mempublikasikan karya ilmiahnya.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 12 Mar 2017, 12:39 WIB
Diterbitkan 12 Mar 2017, 12:39 WIB
20160721-Menristek Dikti Mohamad Nasir-M Nasir-Jakarta- Herman Zakharia
Menteri Riset Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristek Dikti) Mohamad Nasir saat melakukan kunjungan ke Liputan6.com, Jakarta, Kamis (21/7). (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Yogyakarta - Menristek Dikti M Nasir menutup 140 perguruan tinggi abal-abal yang tersebar di seluruh Indonesia. Sementara 103 perguruan tinggi lain diberi pembinaan. Hal ini dilakukan dalam rangka membersihkan pendidikan tinggi di Indonesia dari perguruan tinggi yang tidak sesuai atau melanggar standar.

"Ada di semua wilayah Indonesia, bisa Jakarta, bisa Jawa Barat, yang jelas di Yogyakarta tidak ada," ujar Nasir di Yogyakarta, Jumat 10 Maret 2017.

Ia menuturkan yang dimaksud dengan perguruan tinggi abal-abal adalah perguruan tinggi yang memiliki izin tetapi tidak mengikuti proses pembelajaran yang benar atau tidak ada kuliah tetapi memberikan ijazah.

Selain menutup perguruan tinggi abal-abal, Nasir juga mendorong guru besar untuk mempublikasikan karya ilmiahnya. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi untuk menempati posisi pertama di Asia Tenggara sebagai negara yang paling banyak mempublikasikan karya ilmiah.

"Kenyataannya saat ini Indonesia masih menempati urutan keempat dan ditargetkan pada 2019 sudah menempati posisi pertama," ucap dia.

Ia menguraikan target setiap tahun yang ditetapkan untuk publikasi karya ilmiah guru besar, pada 2017 sebanyak 16.000 karya ilmiah yang dipublikasikan sehingga mengalahkan Thailand yang berada di angka 13.000.

Tahun berikutnya target meningkat menjadi 22.000 karya ilmiah yang dipublikasikan dan mengalahkan Singapura yang memiliki 17.000 karya ilmiah yang dipublikasikan. Pada 2019, target menjadi 28.000 dan mengalahkan Malayasia.

Menristek Dikti Nasir mengatakan setiap guru besar minimal melakukan satu kali publikasi karya ilmiah per tahun. Hal itu tidak sulit mengingat seorang guru besar memberi bimbingan kepada mahasiswa S2 dan S3 sehingga bisa memperdalam atau mendapat ide topik untuk karya ilmiahnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya