Liputan6.com, Jakarta Bentrok antara taksi online dan sopir angkot yang belakangan terjadi, tentu tak lepas dari unsur kesalahpahaman dan kecemburuan masalah pendapatan. Munculnya taksi online selain memudahkan pengguna, juga dianggap lebih murah.
Karena itu, melalui revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek, pemerintah berharap bisa menjadi pendewasaan bagi kedua kubu tersebut dalam usaha mereka.
Baca Juga
Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengatakan, sejumlah hal yang dikhawatirkan pengusaha taksi online di antaranya soal batas tarif atas bawah dan kuota kendaraan.
Advertisement
"Jadi sebenarnya kalau tarif, kuota itu matematik. Lebih gampang kita lakukan. Yang penting adalah ada niat bersama menaati aturan," tutur Budi di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Selasa (21/3/2017).
"Nah dengan adanya Permen (Permenhub Nomor 32), ada landasan hukum bagi kita menetapkan bahwasannya ada kaidah yang disepakati. Katakan kita tetapkan satu kilometer itu Rp 1.000, nah itu jadi ketentuan," kata dia.
Budi menjelaskan, Permenhub Nomor 32 pada dasarnya dibuat bukan untuk mematikan para pengusaha taksi online dan mitra pengemudinya. Pemerintah hanya bermaksud memantau regulasi, baik dari pihak taksi online maupun konvensional.
"Nah dengan ketentuan, ada dasar hukum bagi Polda setempat menegakkan hukum. Jadi ini proses pendewasaan meregulasi, sehingga ada dasar hukum," kata dia.
Adapun terkait kuota taksi online, kata Budi, pemerintah pusat akan menunggu hasil diskusi dari Pemda setempat, dengan para stakeholder taksi online. Nanti usulan dari daerah dapat disampaikan ke pusat menjadi bahan pertimbangan, karena setiap daerah punya luas wilayah dan permasalahan berbeda.
"Yang kita lakukan adalah kompetisi. Karena kompetisi ada pendewasaan. Tidak satu pihak yang memaksakan besaran tertentu. Sekarang ini murah, ada subsidi," ujar dia. Yang subsidi ini tidak membuat baik, karena bisa juga merugikan pengemudi," ujar dia.
"Bisa juga (menjadi) long term, ada penguasaan berlebihan (terhadap pengemudi). Kita tidak ingin penguasaan berlebihan. Kita ingin ada beberapa operator tetap eksis dan dengan kompetisi, masyarakat akan diuntungkan," Menhub Budi Karya menandaskan.
Â