Liputan6.com, Jakarta - Setiap menentukan awal puasa Ramadan, pemerintah biasanya menggelar sidang isbat yang melibatkan seluruh elemen agama Islam.
Namun, Wakil Ketua Komisi XIII DPR yang juga politikus Gerindra, Sodik Mudjahid, mengusulkan untuk menghapuskan tradisi sidang isbat.
Baca Juga
"Sidang isbat sudah berlangsung puluhan tahun dan layak dikaji keberadaannya sesuai perkembangan zaman, termasuk perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya dalam bidang astronomi dan ilmu falaq," ucap Sodik dalam keterangannya, Rabu (24/5/2017).
Advertisement
Menurut dia, dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), penetapan kalender Hijriah termasuk di dalamnya penetapan 1 Ramadan dan 1 Syawal sudah bisa dilakukan dengan akurat.
"Kemajuan iptek yang sudah mampu memprediksi dengan akurat penanggalan hari per hari, untuk waktu puluhan tahun ke depan," ungkap Sodik.
Tak hanya itu, Sodik mengatakan, sidang isbat sering mempertontonkan perbedaan pendapat di kalangan ulama dan pemimpin umat saat menghadapi bulan suci Ramadan.
Menurut dia, perbedaan pendapat ini oleh awam sering diartikan sebagai tidak adanya kekompakan, bahkan kesan perpecahan ulama dan ormas jelang bulan suci Ramadan.
"Selain kesan perpecahan, perbedaan penetapan oleh isbat beberapa hari sebelum tiba bulan puasa, sering memperkuat dan mempertegas kebingungan di kalangan umat awam atas perbedaan tersebut," tegas Sodik.
Bukan hanya itu, lanjut dia, proses sidang isbat dari mulai kegiatan pengamatan di beberapa titik di lapangan jauh sebelum sidang isbat, sampai kegiatan sidangnya, memerlukan biaya besar.
"Lebih manfaat jika dana itu diserahkan kepada MUI dan ormas Islam untuk pembinaan umat selama Ramadan," jelas Sodik.
Karena itu, dia meminta agar Menteri Agama bisa mempertimbangkan hal ini dan bisa mengambil banyak manfaat.
"Mempunyai kalender Hijiriyah permanen, umat Islam khususnya di kalangan umat awam, tidak dipertontonkan "perpecahan" dan diberi kebingungan jelang hadapi bulan suci Ramadan," jelas Sodik.
Dia menambahkan, "ormas tetap diberi otonom untuk isbat, tanpa terpaksa harus sama atau sungkan bila berbeda dalam proses isbat."