DPR Tak Hadiri Sidang Uji Materi Larangan Nikah Sekantor di MK

Arief meminta agar pemohon dan para pihak dalam perkara ini menyerahkan berkas kesimpulan kepada kepaniteraan MK.

oleh Devira Prastiwi diperbarui 05 Jun 2017, 12:42 WIB
Diterbitkan 05 Jun 2017, 12:42 WIB
Pernikahan Nikah Menikah
ilustrasi Foto Pernikahan (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terkait ketentuan larangan perkawinan pegawai dalam satu perusahaan. Khususnya, Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan.

Agenda sidang kali ini mendengarkan keterangan dari DPR selaku pembuat undang-undang dan pihak terkait yaitu Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI). Namun, kedua pihak tersebut tidak hadir dalam persidangan. Sidang kemudian hanya berlangsung sekitar 10 menit.

"DPR melalui surat keterangannya menyatakan tidak bisa hadir. SPSI tidak hadir dan tidak memberikan keterangan," ujar Ketua MK Arief Hidayat dalam persidangan di Gedung MK Jakarta, Senin (5/6/2017).

Ia lalu menanyakan apakah pemohon dan Pemerintah akan mengajukan ahli. Kedua pihak tersebut kemudian menyatakan tidak mengajukan ahli.

Arief meminta agar pemohon dan para pihak dalam perkara ini menyerahkan berkas kesimpulan kepada kepaniteraan mahkamah. Kesimpulan ini, nantinya akan dibahas hakim konstitusi dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH), sebelum uji materi ini diputuskan.

"Kita tinggal menunggu kesimpulan dari masing-masing pihak. Kesimpulan paling lambat selesai Selasa, 13 Juni 2017 pada pukul 10.00 WIB diserahkan ke paniteraan mahkamah. Setelah itu, kita akan menentukan hasil dari pemeriksaan perkara ini," pungkas Arief.

Ditemui usai persidangan, Ketua Dewan Pimpinan Daerah Serikat Pegawai Perusahaan Listrik Negara (PLN) Sumatera Selatan, Jambi, dan Bengkulu, Jhoni Boetja selaku salah satu pemohon dalam perkara ini mengaku kecewa atas ketidakhadiran DPR.

Sebab, ia bersama pemohon lain ingin tahu alasan DPR memasukkan frasa yang berbunyi 'kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama' di dalam Pasal 153 Ayat 1 huruf f UU 13/2003.

"Ya kecewa juga, tapi enggak apa-apa. Kalau kecewa ya kecewa, karena saya ingin dengar alasan DPR," jelas Jhoni.

Uji Materi

Delapan pegawai PT PLN (Persero), yang tergabung dalam Serikat Pekerja Pegawai PLN, melakukan uji materi atau judicial review ke MK terhadap Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Delapan pegawai itu adalah Jhoni Boetja, Edy Supriyanto Saputra, Airtas Asnawi, Saiful, Amidi Susanto, Taufan, Muhammad Yunus, dan Yekti Kurniasih. Mereka merupakan anggota serikat pekerja PLN dari Palembang, Jambi, dan Bengkulu.

Secara spesifik mereka menggugat Pasal 153 ayat 1 huruf f UU Ketenagakerjaan, mengenai larangan menikah sesama pegawai dalam satu perusahaan.

Pasal itu berbunyi; Pengusaha dilarang melakukan pemutusan hubungan kerja dengan alasan pekerja/buruh mempunyai pertalian darah dan/atau ikatan perkawinan dengan pekerja/buruh lainnya di dalam satu perusahaan, kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.

Juru bicara MK Fajar Laksono pada Selasa, 16 Mei 2017 mengatakan, pada intinya, pemohon menginginkan agar frasa, "kecuali telah diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama", dihapuskan.

 

 

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya