Liputan6.com, Jakarta Berbagai persoalan bangsa terutama dibidang sosial ekonomi seperti kemiskinan, pengangguran dan kecemburuan sosial bisa dipecahkan melalui penciptaan lapangan kerja. Untuk itu dunia bisnis harus digerakkan, dan pihak yang berperan penting dalam hal ini adalah para entrepreneur atau wirausaha. Namun pengembangan wirausaha tidaklah mudah, karena tidak bisa dibangun dalam waktu singkat dan harus sudah dimulai sejak usia dini.
President University sebagai universitas yang bercirikan kewirausahaan ingin berperan serta untuk mengembangkan entrepreneur baru.
“Mengembangkan entrepreneur tidak semudah mengajarkan ilmu pengetahuan, karena menyangkut perilaku dan ketrampilan yang harus dididik dan dikembangkan sejak usia dini. Untuk itulah kami akan menggelar Kompetisi Business Plan Antar SMA/SMK Se-Indonesia,” ungkap Dwi Larso, Wakil Rektor 1 Bidang Akademik President University.
Advertisement
Dwi Larso ingin President University lebih awal memperkenalkan kepada para siswa SMA mengenai kewirausahaan, dimana mereka bisa mengembangkan ide-ide kreatifnya sehingga memberikan nilai tambah kepada bangsa dan negara.
Dalam lomba ini, siswa diminta untuk menuliskan rencana bisnisnya, dalam tiga kategori yaitu komersil (entrepreneurship), sosial (sociopreneurship) dan teknologi (technopreneurship). Mereka bisa secara tim mewakili sekolahnya untuk mengirimkan business plan melalui email ke President University yang pendaftarannya sudah dibuka pada bulan September 2017.
Pendiri Program S1 Kewirausahaan ITB ini menyampaikan, setelah business plan diterima, pada bulan Oktober dan November kami undang tim yang lolos seleksi pertama untuk forum diskusi tentang entrepreneurship. Dalam tahap ini kami akan melakukan pendampingan dan membentuk ekosistem wirausaha.
Selanjutnya akan ada presentasi untuk dicari pemenangnya. Dan tahap terakhir adalah proses mentoring dari para pengusaha sukses, yang merupakan bagian terpenting, dimana para siswa akan mendapatkan mentor dalam mengembangkan ide bisnisnya tersebut. Diharapkan hadiah uang yang diterima bisa digunakan untuk modal awal usaha.
Nanti para pemenang kompetisi ini juga akan difasilitasi jika ingin melanjutkan ke perguruan tinggi yang sangat entrepreneurial, atau ingin mendapatkan pendanaan dari pemerintah.
“Kami dengan senang hati siap menerima calon mahasiswa yang memiliki jiwa wirausaha, dan tentunya akan memberikan beasiswa kepada mereka. Ini bukti kontribusi kami dalam melahirkan para entrepreneur. President University salah satu ciri khasnya adalah kewirausahaan, dan pendirinya yaitu S.D. Darmono juga seorang pengusaha yang kapasitasnya tidak perlu diragukan,” ujar lulusan Doctor di Oregon State University, USA tahun 2004 dan Master di universitas yang sama pada tahun 1998, serta menyelesaikan gelar sarjana di Teknik Industri, ITB tahun 1989.
President University Inkubator Wirausaha
Kegiatan kompetisi ini sebenarnya bagian dari rencara President University sebagai inkubator bisnis, yaitu dengan membentuk Center for Innovation Entrepreneurship Studies tujuannya untuk membangun ekosistem wirausaha. President University memang sudah memiliki kurikulum entrepreneurship yang didukung dosen-dosen mumpuni dibidangnya. Namun membangun entrepreneurship tidak cukup hanya melalui kurikulum, tetapi harus membangun ekosistem. Juga perlu dukungan lembaga keuangan dan para mentor yang bisa menjadi teladan atau contoh sukses.
“President University sendiri sudah memiliki beberapa conference ilmiah yang mendukung penciptaan wirausaha, yaitu international conference for family business and entrepreneurship, dan conference on innovation, entrepreneurship, and small business kerjasama dengan ITB, “ ujar founder Program MBA-CCE ITB yang menempati rangking 46 World Bank ini.
Dwi Larso menyebutkan di Indonesia menurut data statistik ada 50 juta lebih wirausaha. Ada 2 tipe wirausaha, pertama, necessity entrepreneur yaitu menjadi wirausaha karena terpaksa atau desakan kebutuhan hidup. Kedua, opportunity based entrepreneurship, adalah menjadi wirausaha karena ada peluang. Di Indonesia sebagian besar masuk pada golongan necessity entrepreneur. Jadi tidak heran jika usaha kecil atau informal itu jumlahnya sangat besar dan bisa menyediakan 75% lapangan kerja.
Namun, Dwi Larso melihat golongan necessity entrepreneur nilai tambahnya belum cukup besar, karena untuk menghidupi keluarganya sendiri kadang tidak cukup. Untuk itulah kami perlu mengembangkan wirausaha yang basisnya opportunity, dan paling mudah melalui lembaga pendidikan. Kami sudah mulai ekspos tentang kewirausahaan ke sekolah-sekolah, sehingga ketika menjadi mahasiswa tinggal melanjutkan apa yang sudah mereka rintis. Dan juga melalui kompetisi business plan yang akan dimulai pada bulan September mendatang.
Powered By:
Jababeka