Analogi Tiga Maling Ayam dan Putusan Hakim Cepi untuk Setnov

Menurut Adnan, pertimbangan putusan hakim Cepi terhadap Setya Novanto di luar dugaan.

oleh Luqman Rimadi diperbarui 08 Okt 2017, 11:56 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2017, 11:56 WIB
Setya Novanto-Hakim Cepi Iskandar
Pelapor tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi saat melaporkan Hakim Cepi Iskandar yang menjadi hakim tunggal sidang praperadilan Ketua DPR RI Setya Novanto di Bawas Mahkamah Agung, Jakarta, Kamis (5/10). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo mempertanyakan logika Hakim Tunggal sidang praperadilan yang memenangkan gugatan Setya Novanto untuk menggugurkan status yang ditetapkan KPK kepadanya.

Menurut Adnan Hakim Cepi Iskandar menggunakan logika seperti ada tiga orang bersama-sama maling ayam, polisi baru menangkap yang pertama sebagai tersangka, yang kedua ditangkap kemudian, juga ditetapkan sebagai tersangka, dengan barang bukti ayam yang dicuri. 

"Pelaku kedua mengajukan praperadilan. Hakim mengabulkan praperadilan tersangka kedua dengan alasan ayam yang dipakai untuk alat bukti adalah ayam yang sama untuk tersangka pertama. Menurut hakim, ayamnya harus beda," ujar Adnan dikutip dari akun Facebooknya, Minggu (8/10/2017).

Menurut Adnan, pertimbangan putusan tersebut di luar dugaan yang kemudian justru membuat publik heran dengan keputusan yang diambil.

"Makanya banyak joke-joke yang muncul, salah satunya menyebut 'Tanggal 29 September sebagai Hari Kesaktian Setya Novanto'," kata Adnan.

Menurut Adnan, untuk menjerat Novanto, KPK sebenarnya telah membeberkan sejumlah barang bukti yang telah digunakan dalam Pengadilan Tipikor untuk mengungkap penerimaan suap kepada dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.

Namun, menurut hakim Cepi, barang bukti tersebut tidak bisa digunakan untuk menjerat Setya Novanto. "Itulah yang dianggap hakim Cepi tidak sah, kata Adnan.

 

 

Urus Materi Perkara

Sementara itu, kekalahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di praperadilan bukan berarti membebaskan Setya Novanto (Setnov) dari fakta hukum dugaan kasus korupsi e-KTP.

"Sebab praperadilan tidak mengurusi materi perkara, melainkan administrasi semata," ujar Zubair.

Ditambahkan Zubair, KPK harus segera menerbitkan sprindik baru, apalagi fakta persidangan e-KTP beberapa kali menyinggung nama Ketua Umum Partai Golkar tersebut. "Jika merujuk pada perkara- perkara korupsi sebelumnya, sebutan terhadap seseorang dalam intensitas yang rutin berpotensi menjadikannya sebagai pesakitan selanjutnya," tuturnya.

Karena itu, lanjut Zubair, wajar jika tidak ada keraguan lagi untuk KPK segera mengeluarkan sprindik baru.

"Sebelumnya, kpk pernah melakukan hal serupa pada mantan Walikota Makassar, yang oleh peraperadilan dibebaskan, tapi kemudian dibuatkan sprindik baru oleh KPK,dan ternyata benar, di pengadilan Tipikor, kejahatannya terbukti, hingga hakim menvonisnya bersalah," tambah Zubair. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya