Liputan6.com, Jakarta Menteri Ketenagakerjaan, M Hanif Dhakiri, menanggapi soal berita dirinya "disentil" Presiden terkait dengan perencanaan anggaran di kementeriannya. Ia mengatakan bahwa sebagian media tidak komplet atau tidak utuh mengutip pidato Presiden Joko Widodo alias Jokowi, dalam acara penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan Buku Daftar Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa Tahun 2018 serta Anugerah "Dana Rakca" Tahun 2017, di Istana Bogor, Rabu (6/12/2017).
“Lha, wong itu judulnya Presiden memuji, memberikan apresiasi ke Kemnaker dan meminta para menteri serta gubernur mencontoh Kemnaker, kok jadinya disebut menyentil, nyemprot, atau marah. Kebalik-balik itu,” ujarnya.
Baca Juga
Menurut Hanif, ada kalimat dalam pidato Jokowi, imbuhnya, menegaskan adanya perubahan dalam perencanaan anggaran di Kemnaker yang oleh Presiden dijadikan contoh agar diikuti oleh kementerian lain dan Pemerintah Daerah.
Advertisement
“Inti dari pesan Bapak Presiden itu adalah bahwa menteri atau kepala daerah harus mengawal dan memonitor perencanaan kegiatan dan anggaran hingga detail. Tujuannya agar perencanaan anggaran dapat lebih efisien dan berorientasi output. Itu tercermin dari alokasi belanja inti yang harus lebih dominan, bukan belanja pendukung seperti rapat dan lain-lain itu. Alhamdulillah di Kemnaker sudah kita ubah dan karena itu dijadikan contoh oleh Presiden dalam pidato kemarin,” ucapnya.
Hanif menjelaskan, sebelum rapat di istana tersebut, Jokowi menelepon dirinya mengenai perubahan yang telah dilakukan Kemnaker dalam perencanaan kegiatan dan anggaran. Beberapa waktu sebelumnya, Presiden juga sempat berdiskusi panjang dengan Hanif mengenai hal itu. Saat itu, kata Hanif, ia melaporkan terobosan perencanaan kegiatan dan anggaran di kementeriannya yang sangat diapresiasi oleh Presiden.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa masalah perencanaan anggaran bukan masalah teknis, melainkan politis. Jika selama ini penyusunan anggaran terlihat proporsi belanja pendukung yang terlalu besar, hal itu bukan karena jajaran birokrasi tidak tahu. Berdasarkan pengalamannya, lanjut Hanif, hal itu karena political will yang lemah dari sebagian jajaran birokrasi untuk membuat perencanaan kegiatan dan anggaran yang berorientasi pada output.
Oleh karena itu, kontrol dari atasan hingga tingkat menteri atau kepala daerah menjadi sangat penting. Jangan sampai atasan hanya terima beres dari bawahan.
Pengalaman di Kemnaker itu disampaikan Presiden dalam pidatonya di istana. Jokowi mengingatkan semua menteri, gubernur dan bupati/walikota agar melakukan efisiensi anggaran dengan mengontrol detail perencanannya. Pos belanja untuk kegiatan inti dalam suatu kegiatan, ujar Presiden, harus lebih besar dari pos belanja kegiatan pendukung, seperti yang dilakukan Kemnaker.
(*)