KPK: Wali Kota Kendari Minta Uang untuk Dana Kampanye Ayahnya

Wali Kota Kendari diduga menerima uang suap sebesar Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah.

oleh Lizsa Egeham diperbarui 01 Mar 2018, 16:39 WIB
Diterbitkan 01 Mar 2018, 16:39 WIB
Wali Kota terpilih Kendari Adriatma Dwi Putra
Wali Kota terpilih Kendari Adriatma Dwi Putra mendatangi Polda Metro Jaya (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Wali Kota Kendari Adriatma Dwi Putra dan ayahnya, calon gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Asrun, sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Pemkot Kendari.

KPK menduga, Adriatma meminta uang suap untuk kepentingan biaya politik atau kampanye sang ayah, Asrun, yang mencalonkan diri di Pemilihan Gubernur Sultra 2018.

"Permintaan dari Wali Kota Kendari untuk kepentingan biaya politik dari ASR (Asrun), cagub di Sultra yang merupakan ayah dari wali kota," kata Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan di Gedung KPK Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (1/3/2018).

Menurut dia, Adriatma diduga menerima uang suap sebesar Rp 2,8 miliar dari Direktur PT Sarana Bangun Nusantara Hasmun Hamzah. Penerimaan uang itu diberikan secara dua tahap. Pertama terdiri Rp 1,5 miliar dan kedua Rp 1,3 miliar.

"Total Rp 2,8 miliar. Rp 1,5 m di antaranya pengambilan dari bank dan ditambahkan Rp 1,3 miliar dari kas pemberi PT SBN," jelas Basaria.

Selain Wali Kota Kendari Adriatman dan Asrun, KPK juga menetapkan mantan Kepala BPKAD Fatmawati Faqih dan Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara, Hasmun Hamzah, sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Pasal yang Menjerat

Wali Kota Kendari di Bandara Halu Oleo saat akan diterbangkan ke Jakarta
Wali Kota Kendari di Bandara Halu Oleo saat akan diterbangkan ke Jakarta

Atas perbuatannya, sebagai pemberi Hasmun Hamzah disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara sebagai pihak penerima, Adriatma, Asrun, dan Fatmawati disangkakan melanggar Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya