Liputan6.com, Jakarta - Seorang dokter bernama Hasto Harsono merasa namanya telah dicatut sebagai salah satu kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Persoalan tersebut terkuak karena namanya muncul dalam deretan kader PSI di Kota Depok, Jawa Barat.
Ketika itu, tim KPUD Depok menyambangi kediamannya untuk melakukan verifikasi, sekitar pertengahan Desember 2017 lalu. Namun, Hasto tidak pernah merasa membuat surat pernyataan dan meyerahkan dokumen untuk bergabung sebagai kader PSI.
Baca Juga
Hasto pun keberatan dan menemui KPUD Depok. Namun, karena ranah persoalan itu termasuk pidana, berakhir dengan surat pernyataan keberatan dan penghapusan data Hasto dari keanggotaan PSI.
Advertisement
Menanggapi hal itu, anggota Bawaslu RI Ratna Dewi Pettalolo menyayangkan yang bersangkutan tidak melapor kepada Bawaslu. Menurut Ratna, persoalan itu memang dapat terindikasi dalam pidana pemilu.
"Jika begitu kasusnya, bisa terindikasi pidana pemilu. Tetapi tidak dilaporkan yah ke Bawaslu," ucap Ratna, ketika dihubungi Liputan6.com, Sabtu (24/3/2018).
Ratna menyatakan, oknum yang melakukan pemalsuan dokumen tersebut dapat dijatuhi hukuman. Namun, ia menegaskan dalam persoalan itu, PSI tidak dapat dikenakan sanksi.
"Tidak (PSI tidak dapat dikenakan sanksi). Karena perbuatan pidana tidak bisa disangsikan kepada partai, tetapi kepada oknum yang melakukan" ujarnya.
Â
Sanksi untuk Oknum Pemalsu
Hal senada diungkapkan oleh anggota Bawaslu lainnya, Rahmat Bagja. Rahmat mengatakan, oknum pemalsu tersebut dapat dijatuhi hukuman, yang termasuk dalam ranah pidana. Namun, persoalan ini tidak mengubah status kelolosan PSI sebagai parpol peserta pemilu 2019.
"Kepada pemalsunya bisa. Yang melakukan perbuatan, pidana. Tidak dengan diskualifikasi (partai)," kata Rahmat ketika dihubungi Liputan6.com, Sabtu (24/3/2018).
Selama bertemu dengan para anggota KPUD, Hasto mendapat cerita bahwa banyak orang bernasib sama dengannya. Biasanya para partai yang memakai data palsu merupakan partai baru. Termasuk PSI, partai yang diketuai oleh Grace Natalie.
"Setelah dihubungi saya datang, lalu membuat surat pernyataan bahwa tidak benar. Keanggotaan saya dicoret dari kader (PSI) itu," ucapnya.
Selama melakukan verifikasi, KPUD menerapkan metode random sampling. Hanya 10 persen sampel mereka ambil, sehingga tidak seluruh nama kader didatangi satu per satu. Akibat kejadian ini, timbul kecurigaan masih banyak data yang diduga dicatut partai politik guna memenuhi kuota lolos Pemilu 2019.
Advertisement