Liputan6.com, Jakarta - Hakim Mahkamah Konstitusi Anwar Usman terpilih menjadi Ketua MK yang baru. Berdasarkan data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses di situs acch.kpk.go.id, Anwar Usman terakhir kali melaporkan kekayaannya pada 18 Maret 2011.
Saat itu, dia masih menjabat sebagai Hakim Tinggi/Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, Pendidikan dan Pelatihan Hukum Peradilan di Mahkamah Agung. Total harta kekayaannya mencapai Rp 3.974.076.412 atau Rp 3,9 miliar.
Baca Juga
Dari jumlah itu, kekayaan Anwar Usman didominasi harta tak bergerak, berupa tanah dan bangunan senilai total Rp 2.266.473.000.
Advertisement
Tanah dan bangunannya itu tersebar di sejumlah daerah, salah satunya bangunan seluas 216 meter persegi di Kabupaten Bima, yang berasal dari warisan, perolehan tahun 2000 senilai Rp 700 juta.
Sedangkan untuk harta tak bergerak berupa alat transportasi dan mesin lainnya, Anwar tercatat memiliki kekayaan senilai Rp 297.478.000. Salah satunya, yaitu mobil merek Toyota tahun 2008, senilai Rp 123.423.000.
Selanjutnya, dia juga memiliki kekayaan berupa surat berharga senilai Rp 522.500.000 serta giro dan setara kas lainnya senilai Rp 802.625.412.
Kekayaan Anwar senilai Rp 3.974.076.412 itu naik beberapa ratus juta dari saat melaporkan tanggal 17 Maret 2010. Dalam laporan tahun 2010, kekayaannya Rp 3.626.711.245 atau Rp 3,6 miliar lebih.
Berdasarkan catatan pada Maret 2017, Anwar Usman merupakan salah satu dari lima hakim MK yang yang belum menyerahkan LHKPN terbarunya.
Wajib Melaporkan Secara Periodik
Padahal, kewajiban melaporkan dan memperbarui LHKPN secara periodik ini berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 1999 serta peraturan KPK yang diterbitkan pada 2005.
"Ada ketentuan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999, yang mengatakan bahwa penyelenggara Negara wajib melaporkan sebelum dan sesudah. Selain itu, di peraturan KPK tahun 2005, pelaporan LHKPN harus dilaporkan ke KPK secara periodik setiap dua tahun,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Rabu, 1 Maret 2017.
Menurut dia, pelaporan LHKPN sebagai konteks untuk mencegah tindak pidana korupsi serta menunjukkan kepatuhan dan ketaatan terhadap peraturan yang ada.
Advertisement