Dirut PT SBN Didakwa Menyuap 2 Wali Kota Kendari Rp 6,8 Miliar

Selain dua wali kota, uang suap juga diterima Fatmawati Faqih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari.

oleh Liputan6.com diperbarui 23 Mei 2018, 13:32 WIB
Diterbitkan 23 Mei 2018, 13:32 WIB
Gaya Santai Cagub Sulawesi Utara Asrun Usai Diperiksa KPK
Cagub Sulawesi Utara Asrun usai menjalani pemeriksaan lanjutan di KPK, Jakarta, Selasa (22/5). Asrun diperiksa sebagai tersangka untuk melengkapi berkas keterkaiatan suap pengadaan barang dan jasa tahun 2017-2018 di Kota Kendari. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Sarana Bangun Nusantara (SBN), Hasmun Hamzah, didakwa jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK memberi suap Rp 4 miliar dan Rp 2,8 miliar untuk Wali Kota Kendari periode 2012-2017 Asrun dan Wali Kota Kendari periode 2017-2022 Adriatama Dwi Putra.

Selain dua wali kota, uang suap juga diterima Fatmawati Faqih selaku Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Kendari. Suap sendiri diperuntukkan sebagai kompensasi perusahaan Hasmun menggarap dua proyek multi years.

"Memberi hadiah atau janji berupa uang sebesar Rp 4 miliar dan Rp 2,798,300,000," ujar jaksa Kiki Ahmad Yani di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (23/5/2018).

September 2014, Hasmun menemui Fatmawati, orang dekat Wali Kota Kendari Asrun, di ruang kerjanya untuk mencari informasi proyek di lingkungan Pemkot Kendari. Fatmawati menyampaikan ada dua proyek multi years, yakni tahun 2014 dan 2017. Dua proyek tersebut adalah pembangunan kantor DPRD Kota Kendari dengan nilai proyek Rp 49,288 miliar dan pembangunan tambat labuh zona III dengan nilai proyek Rp 19,933,300,000.

Hasmun kemudian meminta Fatmawati agar perusahaannya bisa dimenangkan lelang dua proyek tersebut. Fatmawati pun mencatat nama Hasmun dalam daftar pengerjaan dua proyek itu.

Selang beberapa waktu kemudian, Pemkot Kendari mengumumkan pengerjaan dua proyek multi years itu dikerjakan oleh perusahaan Hasmun, PT SBN. Menepati janjinya agar perusahaan Hasmun dimenangkan, Fatmawati mendatangi kediaman Hasmun dan menyampaikan kewajiban komitmen (uang jasa) fee bagi tiap proyek sebesar 7 persen.

"Juni 2017 Fatmawati mendatangi terdakwa di rumahnya. Saat itu Fatmawati menyampaikan maksud meminta komitmen fee atas pelaksanaan dua proyek, Fatmawati menyatakan setiap proyek sebesar 7 persen," ujar JPU.

Saat itu, Fatmawati menyampaikan agar Hasmun segera membayar komitmen fee sedikitnya Rp 2 miliar.

"Terdakwa pun berjanji akan memberikan komitmen fee sebesar Rp 4 miliar untuk kedua proyek," jelas Kiki.

Realisasi uang suap dilakukan dua tahap. Pertama, Hasmun bersama Fatmawati bersama-sama ke Jakarta dan menginap di satu hotel di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Setibanya di Jakarta, Hasmun mencairkan cek senilai Rp 2 miliar yang diperolehnya dari rekening operasional PT SBN. Setelah pencairan cek, uang langsung diserahkan ke Fatmawati.

Tahap kedua, Hasmun memerintahkan pegawainya mencairkan 4 cek dengan masing-masing senilai Rp 500 juta untuk Wali Kota Kendari.

"Uang Rp 2 miliar itu diserahkan Rasak (pegawai Hasmun) ke terdakwa. Kemudian uang itu dikemas terdakwa di dalam kantong belanjaan. Sehabis magrib uang tersebut diantar ke Fatmawati," ujar JPU.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Biaya Pilgub Asrun

Usai Diperiksa KPK, Wali Kota Nonaktif Kendari Tebar Senyuman
Wali Kota Kendari nonaktif Adriatma Dwi Putra tersenyum usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/5). Adriatma diperiksa terkait suap proyek pengadaan barang dan jasa tahun 2017-2018 di Kota Kendari. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Selain itu, suap sebagai pengerjaan dua proyek yakni pengerjaan kantor DPRD Kendari dan tambat labuh zona III, Hasmun juga didakwa memberi suap Rp 2,8 miliar untuk pembangunan Jalan Bungkutoko-New Port 2018-2020.

Uang tersebut diperuntukan sebagai biaya pencalonan Asrun dalam kontestasi pilkada sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara.

Atas perbuatannya itu, Hasmun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP, atau Pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Reporter: Yunita Amalia

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya