Bamsoet Ingatkan Elite Politik Hindari Dramatisasi Data Kemiskinan

Ketua DPR Bambang Soesatyo tak mau Pemerintahan Jokowi terganggu hanya karena pernyataan tendensi seakan-akan bangsa dalam keadaan kritis karena kemiskinan.

oleh Andrie Harianto diperbarui 07 Agu 2018, 01:16 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2018, 01:16 WIB
Bamsoet dan Said Aqil Hadiri Peluncuran Buku Komunikasi Politik Jokowi
Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet memberi sambutan dalam peluncuran buku Komunikasi Politik Jokowi di Jakarta, Jumat (9/3). Buku tersebut mengupas bahasa komunikasi politik Presiden Jokowi. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPR Bambang Soesatyo atau Bamsoet tak mau Pemerintahan Jokowi terganggu hanya karena pernyataan tendensi seakan-akan bangsa dalam keadaan kritis karena kemiskinan.

Bamsoet, sapaan akrab Ketua DPR, meminta agar elite politik dan tokoh masyarakat tak membuat pernyataan yang menyesatkan.

Bamsoet tak menyebut siapa elite yang dia maksud. Namun belakangan ini, muncul perdebatan di media sosial yang dipicu pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat (PD) Susilo Bambang Yudhoyono bahwa ada 100 juta warga Indonesia yang miskin di era Jokowi-JK. Sementara jumlah penduduk Indonesia saja hanya sekitar 200 jutaan.

Kata Bamsoet, tokoh masyarakat sebaiknya menghindarkan diri dari pernyataan yang dapat menyesatkan pemahaman publik maupun pernyataan yang bertendesi mengejek negara dan bangsanya sendiri.‎

"Tidak benar jika ada yang mengatakan Indonesia sebagai bangsa yang bodoh. Pun salah besar jika ada yang mengatakan Indonesia dalam kondisi kritis," kata Bamsoet, Senin (6/8/2018). 

"Jangan begitu saja percaya jika ada yang mengatakan hampir 50 persen jumlah penduduk Indonesia terperangkap dalam kemiskinan."

Bagi Bamsoet, esensi pernyataan soal kemiskinan kritis demikian tidak benar dan cenderung menyesatkan pemahaman masyarakat akan kondisi riil. Cenderung menyesatkan karena tidak didukung data kekinian yang bersumber dari institusi negara.

Kata Bamsoet, tak bisa dibantah bahwa  Indonesia masih menghadapi sejumlah persoalan. Tapi itupun juga dihadapi juga oleh bangsa lain. Pimpinan DPR tidak menutup mata terhadap fakta tentang depresiasi rupiah terhadap dolar AS. Pun tak perlu dibantah bahwa utang luar negeri (ULN) bertambah.

Selain itu, masih ada warga yang hidup berselimut kemiskinan. Jutaan angkatan kerja masih berstatus pengangguran terbuka. Harga kebutuhan pokok fluktuatif karena ulah spekulan. Korupsi pun masih marak.

Namun, tidak berarti ragam persoalan klasik itu mencerminkan Indonesia sebagai bangsa yang bodoh atau sakit. Persoalan itu tidak menyebabkan negara ini dalam kondisi kritis sehingga diasumsikan hampir 50 persen dari total penduduk terperangkap dalam kemiskinan.

"Sangat disayangkan karena dramatisasi persoalan itu justru digemakan oleh mereka yang berstatus elite atau tokoh masyarakat," imbuh Politikus Golkar itu.

Menurut Bamsoet, Pemerintah pasti butuh kritik. Namun, kritik atau kecaman kepada pemerintah hendaknya didukung data yang akurat dan fokus pada persoalan atau kebijakan. 

"Kritik dengan data yang akurat dan fokus pada kebijakan akan memudahkan masyarakat memahami persoalan," katanya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya