Sesalkan Persekusi UAS, Dedi Mulyadi: Ironi di Negeri Demokrasi

Ceramah keagamaan, menurut Dedi, merupakan bagian dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum.

oleh Abramena diperbarui 04 Sep 2018, 18:03 WIB
Diterbitkan 04 Sep 2018, 18:03 WIB
Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi (Liputan6.com/Abramena)
Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi (Liputan6.com/Abramena)

Liputan6.com, Purwakarta - Ketua DPD Golkar Jabar Dedi Mulyadi menyayangkan persekusi yang dialami dai kondang Ustaz Abdul Somad. Menurut dia, upaya penolakan terhadap ceramah keagamaan seharusnya tidak terjadi di negara demokrasi.

Mantan Bupati Purwakarta dua periode itu menyebut pluritas harus menjadi pijakan dalam bertindak di tengah masyarakat. Konteks keberagaman dan keberagamaan di Indonesia mengharuskan asas tersebut diberlakukan.

"Saya kira ini ironi di negeri demokrasi. Negeri kita kaya akan suku, kultur, agama dan kepercayaan. Cara menyikapinya harus arif, tidak boleh dengan cara persekusi," katanya Selasa (4/9/2018) di Purwakarta.

Ceramah keagamaan, menurut Dedi, merupakan bagian dari kebebasan menyatakan pendapat di muka umum. Kebebasan tersebut menjadi bagian tidak terpisahkan dari hak asasi anak bangsa dan dilindungi piranti undang-undang.

"Nah, kalau sekiranya terjadi perbedaan pendapat tentang pemahaman keagamaan, ya tinggal dibawa saja ke forum diskusi. Forum keilmuan memiliki kapasitas objektif mengupas itu. Ini dalam rangka menghindari upaya main hakim sendiri," ujar dia.

Dedi juga mencontohkan instrumen diskusi dua organisasi besar keagamaan di Indonesia. Nahdlatul Ulama memiliki Forum Bahtsul Masaail (pembahasan masalah). Sementara Muhammadiyah lekat dengan tradisi Majelis Tarjih dalam mengupas persoalan.

"Jadi, fokus pengujiannya itu gagasan bukan soal suka atau tidak suka terhadap personalitas seseorang. Saya kira itu lebih objektif dibanding sedikit-sedikit tolak, sedikit-sedikit tolak," ucap dia.

 

Rujukan Undang-Undang

Dedi Mulyadi mengajak semua pihak agar bertindak sesuai dengan koridor aturan perundangan. Menurut dia, hanya instrumen negara yang berhak melakukan pengekangan terhadap hak seseorang.

Hukum, kata dia, harus menjadi panglima dalam kehidupan bernegara.

"Kalau seseorang dilarang berceramah atau berpidato, maka larangan itu harus sesuai dengan undang-undang. Tidak boleh ada larangan berdasarkan ketidaksukaan terhadap seseorang," katanya.

Dia pun sempat menceritakan peristiwa persekusi yang pernah dilakukan salah satu ormas radikal terhadap dirinya. Larangan naik ke atas panggung, mobil dilempari batu sampai diburu dengan pedang pernah dia alami.

"Itu pengalaman saya. Jadi, saya memiliki pandangan bahwa siapa pun atas nama apa pun dilarang melakukan tindakan yang melampaui kewenangannya," ujarnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya