Liputan6.com, Jakarta Anggota MPR dari Fraksi Nasdem, Johnny G Plate, menyebut renegoisasi yang dilakukan oleh pemerintah kepada Freeport sebagai bentuk menyelesaikan masalah dengan cara-cara menghormati investor asing. Dalam soal Freeport, Johnny menyebut ada kepentingan nasional yang harus diperhatikan.
“Perlu tata kelola baru agar saham yang dimiliki pemerintah semakin besar," ujarnya saat menjadi pembicara dalam ‘Diskusi Empat Pilar MPR’ yang digelar di Press Room, Gedung Nusantara III, Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, 8 Oktober 2018.
Baca Juga
Dalam diskusi dengan tema ‘Kuasai Mayoritas Saham Freeport, Pengelolaan Pertambangan Indonesia Berdaulat?’, Johnny mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam mengambil alih Freeport. Langkah yang dilakukan dengan cara mekanisme komersil disebut cara aman untuk menjaga kenyamanan investor asing dalam menanamkan investasinya di Indonesia.
Advertisement
“Bukan dengan cara mekanisme politik," ujarnya.
“Mekanisme komersiil sejalan dengan upaya kita untuk membuka seluas-luasnya investasi asing," papar pria asal Flores, Nusa Tenggara Timur, itu.
Masalah Freeport diakui merupakan masalah yang panjang sejak pembebasan Papua. Disebut tak mudah melakukan renegoisasi. Untuk itu dirinya memuji apa yang telah dilakukan oleh pemerintah saat ini.
“Pemerintah secara sungguh-sungguh melakukan nasionalisasi terhadap sumber daya alam yang ada," ujarnya.
Disebut langkah pemerintah itu tak hanya pada Freeport namun juga pada Blok Mahakam dan Blok Rokan. “Ini merupakan jawaban kepada publik terhadap keinginan untuk mengelola sendiri sumber daya alam yang ada," paparnya.
“Dengan demikian memberi manfaat bagi bangsa Indonesia," tambahnya.
Johnny menyebut dari waktu ke waktu kebutuhan energi semakin meningkat. “Karena adanya pertumbuhan ekonomi," ucapnya.
Selama ini energi yang ada dipenuhi dari fosil sehingga sumber energi fosil yang ada harus memerlukan pengelolaan yang bagus. Di tengah meningkatnya kebutuhan energi, bangsa ini memiliki keterbatasan produksi. Untuk mencukupi kebutuhan, Johnny mengakui perlu impor. Agar tak terlalu tergantung pada luar maka dirinya menyatakan perlu strategi, perlu memberi ruang, untuk mengeksplorasi sumber-sumber yang ada.
Dalam iklim investasi global, disebut suasana ekonomi dunia tak berpihak pada iklim investasi di Indonesia. Untuk itu perlu adanya stabilitas politik. Pemilu 2019 disebut sebagai titik acuan dalam masalah stabilitas politik. Dirinya berharap jangan sampai suasana politik yang ada dipenuhi dengan ungkapan nyinyir, fitnah, dan hoax.
“Sikap demikian tak memberi keuntungan pada invetasi," ungkapnya.
Ujang Komarudin, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review, yang saat itu menjadi pembicara, mengatakan Freeport adalah gunung-gunung yang digali dan sekarang menjadi kubangan besar.
“Itu merupakan kekayaan kita," ujarnya.
Dosen Universitas Al Azhar Indonesia itu bertanya di mana kesejahteraan yang dinikmati masyarakat dengan adanya sumber daya alam yang melimpah. Masyarakat di sekitarnya disebut hanya bisa mengambil emas di sungai dengan cara diayak.
“Ada sesuatu yang salah sehingga perlu diperbaiki," ungkapnya. Dirinya membandingkan dengan kekayaan minyak yang ada di Arab Saudi di mana dari minyak itu masing-masing penduduk mendapat uang sebesar Rp 5 juta.
Untuk itu alumni UIN Sunan Gunung Djati ini mengapresiasi apa yang telah dilakukan oleh pemerintah dalam soal Freeport.
"Mengambil alih Freeport saat ini merupakan momentum yang terbaik," ujarnya. “Jadi perlu diapresiasi," tambahnya.
Ujang mengingatkan pemberontakan yang terjadi di berbagai daerah, disebut misalnya Aceh, karena ketidakadilan pembagian sumber daya alam. Untuk itu dirinya berharap agar sumber daya alam yang ada dikelola dengan baik. Terkait Freeport dirinya mengatakan kesejahteraan masyarakat di sana harus meningkat.
“Kalau masyarakat masih miskin maka proses demokrasi hanya berjalan prosedural”, ujar alumni Program S3 UI itu.
Pernyataan apresiasi kepada pemerintah yang sukses mengambilalih Freeport juga disampaikan oleh anggota MPR dari Fraksi Hanura, Inas Nasrullah Zubir. Pengambilalihan Freeport tahun ini dipujinya.
"Ngapain harus nunggu tahun 2021”, ujarnya. Langkah pemerintah disebut sebagai bentuk menegakan kedaulatan energi. “Hanya terjadi di era pemerintahan sekarang yang punya komitmen itu," tuturnya.
(*)