BMKG Pasang Sensor Antisipasi Dampak Erupsi Gunung Anak Krakatau

BMKG menjelaskan perlunya memahami penyebab tidak munculnya peringatan saat terjadi tsunami di Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember 2018 malam lalu.

oleh Liputan6.com diperbarui 02 Jan 2019, 09:53 WIB
Diterbitkan 02 Jan 2019, 09:53 WIB
Penampakan jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau yang tertangkap kamera satelit NASA pada 24 September 2018 (NASA)
Penampakan jejak abu vulkanis Gunung Anak Krakatau yang tertangkap kamera satelit NASA pada 24 September 2018 (NASA)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah memasang sensor water level dan sensor curah hujan untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut.

Alat tersebut dipasang di Pulau Sebesi di Selat Sunda dan bisa melaporkan langsung ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG.

BMKG menjelaskan perlunya memahami penyebab tidak munculnya peringatan saat terjadi tsunami di Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember 2018 malam lalu.

Pascabencana 22 Desember 2018 tersebut, BMKG merintis sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng Gunung Anak Krakatau yang dinamai Indonesia Seismic Information System (InaSEIS). Sistem ini beroperasi di Selat Sunda berbasis pemantauan intensitas gempa skala lokal.

Menurut Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono, hingga saat ini di dunia belum ada sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng vulkanik. Namun, BMKG merancang permodelan mandiri.

Seperti dikutip dari Antara, BMKG berharap sistem yang dirintis ini dapat memberikan manfaat pada peringatan dini tsunami di Selat Sunda.

Daryono menegaskan, hingga saat ini gempa dan tsunami belum bisa diprediksi. Sehingga jika ada prediksi gempa dan tsunami yang beredar, masyarakat dapat mengabaikannya.

"Sudah mulai banyak beredar mengenai rekaman audio pendek sekitar 1 menit 34 detik yang isinya memberitahukan bahwa menurut BMKG akan terjadi letusan Gunung Anak Krakatau yang menghasilkan gempa dengan skala 8 SR di wilayah Lampung dalam waktu dekat atau dalam beberapa hari atau dalam beberapa minggu ke depan," kata Daryono.

Namun, dia menegaskan, BMKG tidak pernah memberikan pernyataan tersebut dan diimbau kepada masyarakat jika mendapat broadcast terkait audio tersebut untuk tidak menyebarluaskannya dan langsung saja dihapus agar tidak kembali membuat resah masyarakat.

BMKG dan Badan Geologi juga terus memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau. Jadi pastikan untuk memantau perkembangan beritanya hanya dari aplikasi InfoBMKG dan aplikasi MAGMA INDONESIA.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Gunung Paling Aktif di Dunia

Gunung Anak Krakatau, salah satu gunung api di dalam laut yang paling aktif di dunia itu, dilaporkan setelah erupsi pada Sabtu 22 Desember 2018, kini ketinggiannya tinggal 110 meter dari permukaan laut (mdpl), dari sebelumnya setinggi 338 mdpl.

Sebagian material tubuhnya dipastikan telah luruh ke laut di sekitarnya, sehingga kemudian diduga menjadi pemicu terjadi tsunami Selat Sunda pada kawasan pesisir di Lampung dan Banten.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya