Liputan6.com, Jakarta - Mantan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Medan, Merry Purba, mengajukan nota keberatan (eksepsi) atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Merry didakwa menerima suap SGD 150.000 dari pengusaha Tamin Sukardi.
Uang suap diduga diterima Merry terkait kasus yang membelit Tamin, bos PT Erni Putra Terari. Tamin menjadi terdakwa atas kasus pengalihan tanah negara milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar di pasar IV Desa Helvetia, Labuhan Deli Serdang.
Baca Juga
Dalam nota eksepsi yang dibacakan kuasa hukum, pihak mantan hakim Merry mengklaim bukti permulaan dengan minimal dua alat bukti belum terpenuhi. Selain itu, kuasa hukum juga mengklaim hanya satu saksi yang diperiksa sebelum Merry ditetapkan sebagai tersangka.
Advertisement
"Sepanjang penetapan Merry Purba sebagai tersangka hanya didasarkan keterangan satu orang saksi semata yakni saksi Helpandi yang mengaku telah menyerahkan uang kepada terdakwa Merry Purba melalui sopir atau orang kepercayaan atau orang suruhan Merry Purba di Jalan Adam Malik, Medan," kata Kuasa Hukum Merry, Efendi Lod Simanjuntak saat sidang dengan agenda pembacaan eksepsi di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Senin (21/1/2019).
Efendi juga menyebut keterangan Helpandi tak disertai alat bukti pendukung. Saat penggeledahan dilakukan penyidik, dia mengklaim tak ditemukan bukti adanya aliran dana atau uang terkait dugaan suap yang diterima.
"Dengan penggeledahan yang dilakukan penyidik terhadap rumah, ruang kerja, atau pemblokiran rekening bank serta penyitaan terhadap mobil suami Merry Purba, semuanya tidak menemukan adanya uang atau aliran dana yang menunjukkan atau mengindikasikan bahwa terdakwa Merry Purba benar-benar ada menerima uang sebesar SGD 150.000 dari Helpandi yang diterimanya dari Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan alias Erik untuk mempengaruhi putusan Nomor 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN Medan atas nama Terdakwa Tamin Sukardi," jelasnya.
Kuasa hukum mantan hakim Merry juga mengklaim surat dakwaan itu kabur atau obscuur libel. Alasannya terdapat perbedaan tanggal dan orang yang menerima uang serta tidak menyebut tempat dan jam yang pasti penerimaan uang. Serta tidak diuraikan bagaimana orang yang menerima uang saling mengenal.
Â
Batalkan Dakwaan
Alasan lain yang dikemukakan ialah tidak pernah ada barang bukti uang SGD 150.000 yang disita penyidik.
Efendi juga menyebut surat dakwaan JPU KPK kontradiktif atau bertentangan antara satu uraian dengan uraian lainnya mengenai dissenting opinion yang dibuat terdakwa.
Selain itu tim kuasa hukum Merry Purba beralasan penambahan dalam pasal tidak sesuai KUHP, serta PN Medan yang paling berwenang memeriksa perkara ini sesuai dengan TKP. Atas dasar itulah Merry Purba meminta agar hakim membatalkan dakwaan yang dibacakan pada 14 Januari 2019 tersebut.
"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara ini agar berkenan memberikan putusan sebagai berikut; menerima eksepsi tim penasihat hukum terdakwa Merry Purba untuk seluruhnya, membatalkan Surat Dakwaan Jaksa Penuntut Umum Nomor: 06/TUT.01.04/24/01/2019 tertanggal 8 Januari 2019, atau mohon keadilan," pungkasnya.
Dalam kasus ini, Merry didakwa melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Â
Reporter:Â Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.comÂ
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement