Cornelis Lay Dikukuhkan sebagai Guru Besar UGM

Dalam kesempatan itu, Cornelis menyampaikan pidato yang berjudul Jalan Ketiga Peran Intelektual, Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 06 Feb 2019, 15:50 WIB
Diterbitkan 06 Feb 2019, 15:50 WIB
Cornelis Lay
Cornelis Lay dikukuhkan jadi guru besar UGM. (Liputan6.com/Putu Merta Surya Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Akademisi UGM Professor Cornelis Lay dikukuhkan menjadi guru besar kampusnya. Banyak yang hadir dalam acara tersebut.

Mereka di antaranya, Mensesneg Pratikno yang juga Ketua Majelis Wali Amanah UGM. Mendagri Tjahjo Kumolo, Menakertrans Hanif Dhakiri, Menlu RI Retno Marsudi, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, Wakil Menteri ESDM Archandra Tahar, dan Gubernur Jateng Ganjar Pranowo.

Sementara dari kalangan tokoh politisi tampak hadir Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, Ketua DPP PDIP Hendrawan Supratikno dan Djarot Saiful Hidayat, dan puluhan politisi lainnya.

Dalam kesempatan itu, Cornelis menyampaikan pidato yang berjudul Jalan Ketiga Peran Intelektual, Konvergensi Kekuasaan dan Kemanusiaan. Dia menuturkan, bahwa intelektual dan kekuasaan tak mungkin dipisahkan.

"Intelektual harus menyadari beragam kekuatan politik yang berkontribusi dalam membentuk kurikulum dan penelitian, penilaian kualitas akademik, dan relasinya dengan negara," ucap Conerlis.

Aktivis GMNI ini mengatakan, meski ada kekuasaan, harus tetap menempatkan kemanusiaan di setiap motifnya.

"Masuk dan keluar kekuasaan secara fleksibel dengan menempatkan kemanusiaan sebagai motif pokok. Ini memang menuntut kematangan, kepekaan dan kapasitas dalam menilai politik. Sesuatu yang tidak bisa dihasilkan secara instan," ungkap Cornelis.

Dengan itu, maka tujuan-tujuan mulia yang melekat dalam kelahiran dan menjadi pondasi dari ilmu pengetahuan dan tujuan yang melekat dalam filsafat kekuasaan, bertumpu pada kehendak yang sama. Yakni cita-cita pembebasan manusia dan pemuliaan kemanusiaan.

"Kesamaan kehendak inilah yang menjadi titik konvergensi di antara keduanya. Dengannya, sekalipun tampak hidup dalam dunia yang terpisah, pada dasarnya keduanya saling menghidupi, intelektual pasti hidup dalam kekuasaan, dan kekuasaan membutuhkan ilmu pengetahuan," pungkas dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya