BNPT Sebut Filipina Belum Bisa Buktikan WNI Terlibat Pengeboman Gereja

Kepala BNPT Suhardi Alius menilai Pemerintah Filipina terlalu dini menyebut WNI terlibat pengeboman di Gereja

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 14 Feb 2019, 20:08 WIB
Diterbitkan 14 Feb 2019, 20:08 WIB
Penanggulangan Terorisme, Kemenkumham Bangun Kerja Sama dengan BNPT
Kepala BNPT Suhardi Alius memberikan sambutan saat melakukan MoU di gedung Kemenkumham, Jakarta, Kamis (31/5). Kerja sama tersebut terkait dengan penanggulangan tindak pidana terorisme. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Suhardi Alius mengatakan, sampai sekarang pemerintah Filipina belum bisa membuktikan pelaku bom bunuh diri di Gereja Katedral Our Lady of Mount Carmel, adalah Warga Negara Indonesia.

Dia menuturkan, pihaknya sudah sampai turun ke sana. Dan Pemerintah Filipina terlalu dini menyebut WNI terlibat.

"Sudah dicek, bahkan sudah kita cek sana. Terlalu dini. Buktinya sekarang enggak ada kelanjutan lagi," ucap Suhardi di Auditorium Lemhanas, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).

Dia menegaskan, pelaku bom tersebut bukan WNI. Bahkan ia meminta bukti jika pemerintah Filipina menuding pelakunya dari Indonesia.

"Bukan (WNI). Dari mana buktinya, tidak bisa dibuktikan," jelasnya.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Syahar Diantono sebelumnya menyampaikan, hingga kini tim masih belum mengenali identitas pelaku yang diduga WNI itu.

"Kami sudah konfirmasi tadi, jadi masih tetap yang pertama proses riksa labfor di Filipina untuk tes DNA. Dan tim Indonesia yang di sana terus mendalami, bekerja sama, berkoordinasi dengan penyidik yang di sana. Untuk mendalami semua informasi dari pemeriksaan saksi," tutur Syahar.

 

Tak Utuh

DPR Gelar RDP dengan KPK, BNN, LPSK dan BNPT
Kepala BNPT Suhardi Alius saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR di Jakarta, Kamis (7/6). Rapat membahas Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian dan Lembaga (RKAKL) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2019. (Liputan6.com/JohanTallo)

Menurut Syahar, hal yang menjadi kendala utama adalah tubuh pelaku yang saat ditemukan sudah tidak utuh. Pecahan bagian tubuh akibat ledakan itu pun tergolong kecil.

"Bagian tubuhnya hanya cuma jari, hanya cuma kaki sepotong-sepotong, itu kan perlu proses waktu," jelas dia.

Selain itu, penyidik juga mendalami keterangan dari pemeriksaan lima tersangka yang menyerahkan diri pada 2 Februari 2019. Para anggota Abu Sayyaf itu diduga memiliki keterkaitan dengan teror bom ganda yang menghantam gereja di Jolo, Provinsi Sulu, Filipina, 27 Januari 2019.

"Inilah salah satu materi juga yang sedang dilakukan tim dari Indonesia untuk koordinasi dengan penyidik sana. Salah satunya itu," Syahar menandaskan.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya