PSI Akan Revisi Pasal Karet UU ITE Jika Lolos Pemilu

Sigit Widodo menyatakan, revisi UU ITE perlu karena masih adanya pasal karet dan banyak dikeluhkan masyarakat.

oleh Liputan6.com diperbarui 09 Mar 2019, 05:53 WIB
Diterbitkan 09 Mar 2019, 05:53 WIB
Penjara
Ilustrasi: UU ITE menjerat banyak aktivis

Liputan6.com, Jakarta Partai Solidaritas Indonesia (PSI) akan berupaya merevisi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) jika masuk parlemen setelah Pemilu 2019.

Juru Bicara PSI Bidang Teknologi Informasi Sigit Widodo menyatakan, revisi UU ITE perlu karena masih adanya pasal karet dan banyak dikeluhkan oleh masyarakat.

"Pasal 28 ayat 2 sering digunakan untuk menangkap seseorang yang menyampaikan pendapat secara terbuka atau dalam suatu forum tertutup, kemudian kontennya menyebar melalui internet," ujar Sigit melalui keterangan tertulis, Sabtu (9/3/2019).

Kasus terakhir yang mencuat adalah penangkapan Robertus Robet yang menyanyikan plesetan Mars ABRI dan kemudian dijerat dengan Pasal 45 A ayat (2) jo Pasal 28 ayat 2 UU ITE. Sesuai pasal tersebut Robet diduga telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

"Untuk kalangan aktivis mahasiswa 1998, termasuk saya, penangkapan ini mengerikan. Sepanjang aksi 1998, terutama pasca Tragedi Trisakti 12 Mei, hampir setiap saat kami menyanyikan lagu itu. Mungkin menyanyikan plesetan Mars ABRI di 2019 dalam konteks Indonesia yang demokratis agak sedikit lebay, tapi itu bukan alasan untuk menahan seseorang,” ujar Sigit.

Revisi UU ITE sebenarnya sudah dilakukan pada 2016 dengan mengeluarkan UU nomor 19 tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

"Salah satu semangat revisi pada saat itu adalah pengurangan ancaman pidana menjadi di bawah lima tahun agar tidak perlu dilakukan penahanan pada tersangka," ujar Sigit.

Revisi Tambal Sulam

Sigit mengungkapkan, Undang-undang nomor 16 tahun 2016 mengurangi ancaman pidana penghinaan dan pencemaran nama baik dari 6 tahun menjadi 4 tahun dan ancaman pidana pengiriman informasi elektronik berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dari pidana penjara dua belas tahun menjadi empat tahun.

"Sayangnya, khusus Pasal 28 ancaman pidananya masih dibiarkan 6 tahun sehingga tersangka bisa ditahan," kata Sigit.

Sigit menilai revisi UU ITE yang dilakukan pada 2016 silam hanya melakukan tambal sulam.

"UU ITE perlu dikaji lagi secara menyeluruh. Revisi perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan di dalam masyarakat. PSI akan mendorong dilakukannya revisi pada UU ITE saat sudah masuk ke parlemen nanti," tegas Sigit.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya