PKS: Saatnya Merapikan Barisan untuk Menjadi Oposisi

Ketua DPP PKS Mardani menilai, koalisi pendukung Prabowo-Sandi atau Koalisi Adil Makmur layak tetap dipertahankan.

oleh Liputan6.com diperbarui 28 Jun 2019, 09:44 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 09:44 WIB
Senyum Prabowo-Sandi Terima Putusan MK
Capres nomor urut 02 Prabowo Subianto (tengah) didampingi cawapres Sandiaga Uno dan koalisi Adil Makmur memberi ketarangan terkait hasil putusan Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, Kamis (27/6/2019). MK menolak hampir semua dalil yang diajukan pemohon, Prabowo-Sandiaga. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menghormati keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak seluruh gugatan sengketa Pilpres 2019 dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno. Menurut dia, saat ini saatnya untuk mulai memperkuat barisan partai oposisi.

"Saatnya kita merapikan barisan untuk menjadi oposisi yang kritis dan konstruktif sebagai kekuatan penyeimbang pemerintah. Selama kita istiqomah membela rakyat sama saja kebaikan yang di dapat, baik di dalam ataupun di luar pemerintahan," kata Mardani dalam keterangan tertulisnya, Jumat (28/6/2019).

Ketua DPP PKS ini menilai, sudah saatnya membangun barisan oposisi yang kritis dan konstruktif. Hal itu, lanjutnya diperlukan untuk mengawal agar pemerintah tak melakukan kesalahan yang sama lima tahun ke depan.

"Untuk pembangunan bangsa berkelanjutan yang efektif perlu dikawal bersama, agar kesalahan-kesalahan periode sebelumnya bisa diperbaiki untuk kemakmuran rakyat," ungkapnya.

Dia mengatakan, dalam demokrasi diperlukan keseimbangan antara partai koalisi pemerintah dan partai oposisi. Karena itu, koalisi pendukung Prabowo-Sandi atau Koalisi Adil Makmur layak tetap dipertahankan.

"Koalisi Adil Makmur sangat layak diteruskan menjadi kekuatan penyeimbang untuk mengawal agar pembangunan benar-benar ditujukan untuk kepentingan rakyat," ucap Ketua DPP PKS ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Putusan MK

Pembukaan Sidang Putusan MK
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (tengah) membuka sidang putusan sengketa hasil Pilpres 2019 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (27/6/2019). Sidang yang dimohonkan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno itu beragendakan pembacaan putusan oleh majelis hakim MK. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Permohonan pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno kandas di Mahkamah Konstitusi. Melalui putusan yang dibacakan sejak Kamis siang, Majelis Hakim Konstitusi menyatakan menolak seluruh gugatan hasil Pilpres 2019 yang diajukan paslon 02 tersebut.

"Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya," ucap Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019) malam.

Selain itu, Majelis Hakim Konstitusi juga berkesimpulan, bahwa MK berwenang mengadili permohonan dari pemohon yang memang memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan. Kemudian, permohonan yang diajukan dinilai masih dalam tenggat waktu sesuai dalam peraturan perundang-undangan.

"Eksepsi termohon dan pihak terkait tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya dan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum," tegas Anwar Usman di akhir kesimpulan.

Putusan tersebut disepakati sembilan hakim konstitusi tanpa dissenting opinion atau perbedaan pendapat.

Dalam putusannya, MK menegaskan lembaganya punya kewenangan untuk mengadili permohonanan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) yang diajukan pemohon, yaitu Prabowo Subianto dan Sandiaga Salahudin Uno selaku pasangan calon presiden dan calon wakil presiden nomor urut 2 dalam Pilpres 2019.

"Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili perkara a quo," ujar Hakim Konstitusi Aswanto saat membacakan putusan sengketa Pilpres 2019 di gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (27/6/2019).

Diuraikan, hal itu disampaikan MK karena dalam perkara ini pihak pemohon dan pihak terkait telah menyampaikan eksepsi atau keberatan atas permohonan sengketa yang diajukan pemohon.

"Dalam eksepsi, termohon menyatakan permohonan kabur dan melampaui tenggat waktu yang telah ditentukan perundang-undangan," jelas Aswanto.

Kendati berwenang mengadili, MK menolak hampir semua dalil yang diajukan oleh pemohon. MK antara lain menyebut tidak menemukan adanya bukti terkait ketidaknetralan aparatur negara, dalam hal ini Polri, Badan Intelijen Negara (BIN), dan TNI.

"Dalil permohonan a quo, bahwa Mahkamah tidak menemukan bukti adanya ketidaknetralan aparatur negara," kata Hakim Konstitusi Aswanto.

Dia mengatakan, pihaknya telah memeriksa secara seksama berbagai bukti dan keterangan yang disampaikan pemohon, dalam hal ini tim hukum pasangan calon nomor urut 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

 

Reporter: Sania Mashabi

Sumber: Merdeka

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya