Kota Bogor Akan Alami Hari Tanpa Bayangan Siang Ini

Hari tanpa bayangan adalah hari di mana pada pertengahan hari tersebut jika kita berdiri dalam posisi tegak lurus, maka bayangan kita akan menutupi badan kita secara sempurna.

oleh Liputan6.com diperbarui 10 Okt 2019, 07:07 WIB
Diterbitkan 10 Okt 2019, 07:07 WIB
Hari Tanpa Bayangan
Hari Tanpa Bayangan (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) melalui Stasiun Meteorologi Citeko, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat menyampaikan, hari ini, Kamis (10/10/2019) merupakan hari tanpa bayangan.

Hari tanpa bayangan adalah hari di mana pada pertengahan hari tersebut jika kita berdiri dalam posisi tegak lurus, maka bayangan kita akan menutupi badan kita secara sempurna.

"Dalam astronomi kondisi ini disebut dengan kulminasi," kata Kepala Stasiun Meteorologi Citeko Asep Firman Ilahi dilansir Antara.

Menurut dia, fenomena bernama kulminasi itu terjadi sebanyak dua kali dalam setahun. Dan pada 2019, kata Asep, berlangsung pada 22 Maret dan 10 Oktober.

"Masing-masing wilayah akan mengalaminya secara bergantian dalam hitungan menit. Khusus di wilayah Bogor, hari tanpa bayangan 10 Oktober berlangsung pada pukul 11:39:54 WIB," ucap Asep.

Dia menjelaskan, kulminasi adalah fenomena ketika matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit. Saat deklinasi matahari sama dengan lintang pengamat, fenomenanya disebut sebagai kulminasi utama.

Pada saat itu, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenit.

"Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat menghilang karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Karena itu, hari saat terjadinya kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan," papar Asep.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Terjadi di Musim Pancaroba

Manfaat Hari Tanpa Bayangan buat Warga Riau Versi BMKG
Sejumlah kecamatan di Riau mengalami Hari Tanpa Bayangan Rabu siang ini. (Liputan6.com/M Syukur)

Menurut Asep, hari tanpa bayangan disebabkan karena bentuk lintasan bumi mengelilingi matahari yang tidak bulat, melainkan berbentuk elips dengan posisi matahari berada di tengahnya.

Selain itu, kata dia, pada saat mengelilingi matahari, bumi berputar seperti gasing dengan gerak semu matahari 23,5 derajat utara dan selatan. Sehingga seolah-olah matahari berada di utara dan kembali ke selatan.

"Fenomena kulminasi identik dengan masa transisi atau pancaroba. Dalam fase ini, ketika matahari bergulir ke selatan maka di belahan bumi selatan akan mengalami kenaikan suhu permukaan laut dan ditandai dengan musim hujan di selatan. Begitu juga sebaliknya," pungkas Asep.

 

Reporter : Eko Prasetya

Sumber : Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya