Surabaya Alami Hari Tanpa Bayangan pada 12 Oktober, Suhu Udara Bakal Meningkat

Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya, Teguh Tri Susanto mengatakan, Surabaya akan alami hari tanpa bayangan atau kulminasi pada 12 Oktober 2019.

oleh Agustina Melani diperbarui 08 Okt 2019, 14:00 WIB
Diterbitkan 08 Okt 2019, 14:00 WIB
Hari Tanpa Bayangan
Hari Tanpa Bayangan (pixabay.com)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Juanda memperkirakan suhu udara di Surabaya, Jawa Timur akan meningkat saat terjadi kulminasi atau hari tanpa bayangan pada 12 Oktober 2019.

Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya, Teguh Tri Susanto mengatakan, Surabaya akan alami hari tanpa bayangan atau kulminasi pada 12 Oktober 2019 pukul 11.15 WIB. Saat terjadi kulminasi tersebut, suhu udara akan meningkat 0,5-1 derajat celcius dari normalnya terutama di siang hari.

"Kalau suhu tertinggi yang pernah terjadi di Surabaya 36,8 derajat celcius. Kalau sekarang tiga hari terakhir di Surabaya maksimum 35 derajat celcius. Suhu udara di kisaran 35-36 derajat celcius," ujar Teguh saat dihubungi Liputan6.com, ditulis Selasa (8/10/2019).

Teguh mengatakan, Surabaya masih alami musim kemarau dan belum masuk pancaroba. Ia pun mengingatkan ketika kulminasi terjadi dengan posisi matahari tepat berada di atas kepala merupakan posisi terdekat sehingga diwaspadai peningkatan suhu. Hal ini berpotensi menyebabkan dehidrasi.

Ia menambahkan, kulminasi merupakan fenomena biasa. Setiap tahun juga alami kulminasi atau hari tanpa bayangan. Kulminasi merupakan fenomena ketika matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit.

Saat deklinasi matahari sama dengan lintang pengamat. Fenomena itu disebut sebagai kulimasi utama.Pada saat itu, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenith. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat "menghilang" karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Oleh karena itu, hari kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Indonesia Akan Alami Hari Tanpa Bayangan, Kapan di Surabaya?

(Foto: Instagram @Surabaya)
Pohon Tabebuya di Surabaya, Jawa Timur (Foto:Instagram @Surabaya)

Sebelumnya, Indonesia akan alami hari tanpa bayangan, yang disebut kulminasi, transit atau istiwa. Kulminasi utama di Indonesia akan terjadi dua kali dalam setahun. Waktunya tidak jauh dari saat matahari berada di khatulistiwa.

Mengutip instagram @infobmkgjuanda, ditulis Sabtu, 21 September 2019, kulminasi merupakan fenomena ketika matahari tepat berada di posisi paling tinggi di langit. Saat deklinasi matahari sama dengan lintang pengamat. Fenomena itu disebut sebagai kulimasi utama.

Pada saat itu, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat atau di titik zenith. Akibatnya, bayangan benda tegak akan terlihat “menghilang” karena bertumpuk dengan benda itu sendiri. Oleh karena itu, hari kulminasi utama dikenal juga sebagai hari tanpa bayangan.

Lalu mengapa bisa terjadi kulminasi? Bidang ekuator bumi/bidang rotasi bumi tidak tepat berimpit dengan bidang ekliptika/bidang revolusi bumi sehingga posisi matahari dari bumi akan terlihat terus berubah sepanjang tahun antara 23,5 derajat LU hingga 23,5 derajat LS. Hal ini disebut sebagai gerak semu harian Matahari.

Pada 2019, matahari tepat berada di khatulistiwa pada 21 Maret 2019 pukul 05.00 WIB dan 23 September 2019 pukul 14.51 WIB. Kemudian pada 21 Juni 2019 pukul 22.55 WIB. Matahari berada di titik balik utara dan pada 22 Desember 2019 pukul 11.21 WIB matahari berada di titik balik Selatan.

Kulminasi terjadi di Pontianak yang terletak di khatulistiwa, terjadi bersamaan dengan saat matahari tepat di khatulistiwa pada 21 Maret 2019 yang kulminasi utamanya terjadi pada pukul 11.50 WIB. Pada 23 September 2019 yang kulminasi utamanya terjadi pada 11.35 WIB.

Di kota-kota lain, hari tanpa bayangan utama terjadi pada deklinasi matahari sama dengan lintang kota tersebut. Kulminasi utama di Indonesia terjadi antara 22 Februari 2019 di Seba, Nusa Tenggara Timur (NTT) hingga 5 April 2019 di Sabang, Aceh dan 8 September 2019 di Sabang, Aceh dengan 27 Oktober 2019 di Seba, NTT.

Bagaimana di Surabaya?

Asal-usul Nama Jalan Gunungsari Surabaya yang Bakal Diganti Nama Siliwangi
Patung Suro lan Boyo ikon Kota Surabaya karya Sigit Margono. (Dipta Wahyu/Jawa Pos)

Lalu bagaimana di Surabaya, Jawa Timur?Kulminasi di Surabaya terjadi pada 12 Oktober 2019 pada pukul 11.15 WIB. Di wilayah Jawa, kulminasi terjadi di Jakarta pada 9 Oktober 2019 pukul 11.40 WIB, Serang pada pukul 11.42 WIB, Bandung terjadi pada 11 Oktober 2019 terjadi pukul 11.36 WIB, Semarang terjadi pada 11 Oktober 2019 pada pukul 11.25 WIB, di Yogyakarta terjadi pada 13 Oktober 2019 pada pukul 11.24 WIB.

"Di Surabaya kulminasi pada 12 Oktober 2019 jam 11.15 WIB," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi Stasiun Meteorologi Kelas I Juanda Surabaya, Teguh Tri Susanto, saat dihubungi Liputan6.com lewat pesan singkat, ditulis Sabtu (21/9/2019).

Ia menuturkan, posisi matahari tepat berada di atas kepala merupakan posisi terdekat sehingga perlu diwaspadai peningkatan suhu berkisar 0,5-1 derajat celsius dari normalnya terutama di siang hari. Hal ini bisa menyebabkan dehidrasi sehingga tetap menjaga kondisi tubuh untuk masyarakat Jawa Timur.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya