Liputan6.com, Jakarta - Mengenakan kemeja putih, Presiden Jokowi menerima Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Istana Kepresiden, Jakarta, Jumat 11 Oktober 2019. Sang mantan rival di Pilpres ini juga mengenakan kemeja dan warna yang sama dengan sohibul bait.
Keduanya bertemu di Ruang Jepara Istana Merdeka pukul 15.06 WIB. Tak ada sekat dan ruang kecanggungan antarkeduanya. Jokowi dan Prabowo membaur dalam perbincangan hangat yang kadang diselingi tawa.
Keduanya juga tak sungkan bersalaman di depan awak media. Jokowi dan Prabowo bahkan sempat berselfie ria bersama para jurnalis Istana.
Advertisement
Usai pertemuan empat mata, Presiden Jokowi menggelar konferensi pers. Ditemani Prabowo, Ia mengungkapkan kemungkinan langkah Gerindra yang merapat ke koalisi pemerintahan.
"Kami tadi sudah bicara banyak mengenai kemungkinan Partai Gerindra masuk ke koalisi kita," ucap Jokowi, Jumat 11 Oktober 2019.
Ucapan Jokowi ini sedikit menyingkap tabir tentang posisi Gerindra usai bertarung di kontestasi Pilpres. Namun demikian, keputusan ini belum bulat lantaran harus dibicarakan dengan Parpol koalisi Jokowi-Maruf Amin.
"Tapi untuk urusan satu ini belum final," ucap Jokowi.
Usai itu, Prabowo pun memberikan pernyataan sikap. Dia mengaku siap membantu pemerintahan Presiden Jokowi lima tahun ke depan apabila diperlukan. Fokus bidang yang akan digarapnya terkait pertumbuhan ekonomi yang diyakininya bisa naik hingga di atas 10 persen.
"Kami akan memberi gagasan yang optimistis. Kami yakin (pertumbuhan ekonomi) Indonesia bisa tumbuh dobel digit. Kami yakin Indonesia bisa bangkit cepat," ujar Prabowo di Istana Merdeka Jakarta, Jumat (11/10/2019).
Sebaliknya, Prabowo mengaku tak masalah jika nantinya Jokowi memutuskan tak menggandeng Partai Gerindra di kabinet. Menurut dia, partainya akan berperan sebagai oposisi.
"Kalau umpamanya kita tidak masuk kabinet, kami tetap akan loyal. Di luar sebagai check and balances, sebagai penyeimbang. Kan kita di Indonesia tidak ada oposisi," jelas dia.
Kepada Jokowi, Prabowo juga menyampaikan bahwa akan selalu mengutamakan kepentingan bangsa dan negara. Dia menyebut setelah kontestasi politik lima tahunan semua pihak sudah harus bersatu.
"Kita bertarung secara politik. Begitu selesai, kepentingan nasional yang utama. Saya berpendapat kita harus bersatu," kata Prabowo .
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Tuai Penolakan Koalisi
Isu soal Gerindra bakal gabung ke pemerintahan berdengung keras di kalangan petinggi koalisi Jokowi-Ma'ruf. Mereka pun menyatakan penolakan lantaran Gerindra dianggap sebagai partai yang tidak berkeringat saat Pilpres.
"Posisi penting dan strategis enggak mungkin kita serahkan pada yang tidak berkeringat!" kata Ketua DPP Partai NasDem Irma Suryani Chaniago, Selasa 8 Oktober 2019, menanggapi kabar Prabowo incar posisi Menhan.
Irma mengatakan, jika posisi itu tidak disiapkan untuk partai pendukung Jokowi, maka baiknya tak diisi oleh partai oposisi. Daripada untuk oposisi, lebih baik posisi itu diserahkan pada sosok profesional yang mumpuni dalam bidang pertahanan.
"Kalaupun bukan untuk partai koalisi, maka posisi itu harus diisi oleh profesional yang independen," ucapnya.
Sementara itu, Golkar, parpol penyokong Jokowi lainnya juga merasa khawatir jika Gerindra merapat ke koalisi pemerintah. Sebab bisa saja, Gerindra menjadi musuh dalam selimut di koalisi Jokowi
"Saya tendensinya ke arah sana. Jangan sampai mereka berada di dalam pemerintahan tetapi dalam posisi seperti oposisi. Tidak baik dalam kerangka demokrasi kita," kata Ketua DPP Partai Golkar Ace Hasan Syadzily kepada wartawan, di Jakarta, Minggu (13/11/2019).
Menurut dia, seharusnya bagi yang kalah menerima kekalahan itu dan menunggu lima tahun mendatang untuk saling berkontestasi. Bagi Ace, tanpa ada tambahan di koalisi pemerintah, saat ini di parlemen sudah kuat dengan 63 persen kursi DPR.
"Dengan 63 persen di parlemen saya kira sudah modal yang sangat cukup untuk mengawal pemerintahan dan menunaikan janji politiknya. Saya kira Pak Jokowi akan lebih arif dan bijaksana untuk menyikapi politik saat ini," katanya.
Advertisement
Gerilya Prabowo
Mendapat resistensi, Prabowo langsung bergerilya ke bos parpol pendukung Jokowi-Ma'ruf. Tempat pertama safarinya adalah bertemu Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh. Keduanya melakukan pertemuan dan jamuan makan kurang lebih dua jam.
Sinyal penolakan Nasdem terhadap rencana Gerindra gabung ke pemerintah mulai melemah. Surya menegaskan tidak ada masalah jika akhirnya Gerindra bergabung dengan koalisi pendukung Presiden Joko Widodo.
"Mana ada masalah buat saya? Ini masalahnya artinya di dalam suatu semangat konstitusi kepentingan dalam kepentingan nasional, kita yakin enggak Pak Prabowo bergabung dalam koalisi pemerintahan ini, kita memiliki keyakinan, apa yang jadi masalah?" ujar Surya.
Menurut Surya, potensi kekuatan Prabowo jika disatukan akan memberikan pengaruh berarti untuk progres pembangunan. Dengan politik gagasan untuk membangun institusi politik ini lebih mantap lebih kuat yang bisa diterima seluruh masyarakat.
Hal senada disampaikan Prabowo. Baginya kepentingan nasional berada di atas segalanya. "Apa saja yang bisa memperkuat, mendukung Indonesia yang kuat, kepentingan nasional yang baik untuk rakyat, kita dukung," kata dia.
Usai Surya Paloh, Prabowo berencana melebarkan lingkup safari politiknya. Ia mengaku pertemuan dengan tokoh politik tidak hanya berhenti di sini. Dirinya akan bertemu para tokoh lain.
"Saya akan ketemu semua tokoh lah," kata Prabowo saat hendak meninggalkan kediaman Surya Paloh.
Mantan Capres 02 itu mengatakan tengah mengatur jadwal pertemuan dengan salah satu ketua umum partai politik. Yaitu Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto.
"Mudah-mudahan saya lagi diatur ketemu Pak Airlangga, Golkar," imbuhnya.
Akankah safari politik ini membuahkan restu dari petinggi Golkar agar memuluskan Gerindra masuk kabinet Jokowi? Kita tunggu saja. Yang pasti, urusan kursi menteri merupakan hak prerogatif Presiden Jokowi.
Namun begitu, menurut pengamat Politik Adi Prayitno, langkah Gerindra untuk pindah gerbong ke pemerintahan akan membahayakan demokrasi Tanah Air. Karena menurutnya, simbol oposisi akan sirna dalam percaturan politik Indonesia.
"Ini akan jadi kabar buruk bagi oposisi, karena hanya akan mungkin menyisakan PKS sebagai oposisi padahal demokrasi yang kuat dan sehat itu meniscayakan oposisi yang kuat," kata Adi kepada wartawan, Jumat (11/10/2019).
Selama ini, lanjut dia, yang menjadi simbol oposisi adalah Prabowo dan Gerindra. Bukan PKS, PAN, maupun Demokrat. "Kalau simbol oposisi ini melebur jadi satu, tentu akan jadi lelucon," imbuhnya.