Merasa Terancam, Saksi di Kasus Suap Meikarta Minta Perlindungan KPK

Saksi merasa terancam karena dilaporkan ke kepolisian.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Des 2019, 09:15 WIB
Diterbitkan 13 Des 2019, 09:15 WIB
KPK Beri Keterangan Terkait Gratifikasi Proyek Tower BTS Bupati Mojokerto
Juru Bicara KPK Febri Diansyah memberi keterangan terkait dugaan korupsi Bupati Mojokerto, Mustofa Kamal Pasa, Jakarta, Senin (30/4/). Dalam pengeledahan rumah Mustofa, KPK benyita sejumlah mobil dan uang sebesar 4 millyar. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerima permohonan perlindungan dari salah satu saksi kasus suap izin pembangunan proyek Meikarta. Saksi tersebut minta perlindungan lantaran merasa diancam oleh mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto (BTO).

"KPK menerima permohonan perlindungan dari salah seorang saksi yang merasa terancam karena dilaporkan ke kepolisian oleh tersangka BTO," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019).

Febri tak menyebut siapa saksi yang dilaporkan oleh Toto. Namun diketahui, Toto melaporkan mantan anak buahnya, Edi Dwi Soesianto alias Edi Soes ke Polrestabes Bandung. Edi Soes dilaporkan Toto atas tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik.

"Mengacu pada UU Perlindungan Saksi dan Korban, maka terdapat aturan yang tegas bahwa saksi tidak dapat dituntut secara pidana ataupun perdata," kata Febri.

Selain itu, mengacu pada UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana korupsi harus didahulukan dari perkara lain guna penyelesaian secepatnya.

"Kami yakin, Polri memahami hal tersebut," kata Febri.

Febri mengatakan, upaya untuk melaporkan para saksi ke institusi Polri kerap terjadi. Febri yakin Polri memahami keutamaan penanganan kasus tindak pidana korupsi dibanding kasus pidana atau perdata.

"Jangan sampai saksi takut dan merasa terancam memberikan keterangan yang sebenar-benarnya. Apalagi dalam membongkar sebuah kejahatan yang melibatkan aktor-aktor yang memiliki kekuasaan," kata jubir KPK itu.

KPK Resmi Tahan Eks Presdir Lippo Cikarang Bartholomeus Toto
Mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang, Bartholomeus Toto memakai rompi tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2019). Bartholomeus Toto ditahan terkait suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Bekasi, Jawa Barat. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Eks Presdir Lippo Cikarang Ditahan KPK

Mantan Presiden Direktur PT Lippo Cikarang Bartholomeus Toto (BTO) ditahan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Toto ditahan usai menjalani pemeriksaan sebagai tersangka kasus suap perizinan proyek pembangunan Meikarta.

"Tersangka BTO, swasta ditahan selama 20 hari pertama di Rutan cabang KPK di belakang Gedung Merah Putih KPK," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Rabu (20/11/2019).

Saat keluar dari gedung KPK, Toto yang sudah mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye membantah terlibat dalam tindak pidana suap proyek Meikarta. Dia mengklaim difitnah oleh Kepala Departemen Land Acquisition Lippo Cikarang Edi Dwi Soesianto alias Edi Soes.

"Saya sudah difitnah dan dikorbankan. Saya sudah melaporkan Edi Soes ke Polrestabes Bandung, dan polisi sudah menemukan bukti fitnah itu," ujar Toto.

Bartholomeus Toto sendiri ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan mantan Sekretaris Daerah Jawa Barat Iwa Karniwa pada 29 Juli 2019. Namun KPK baru melakukan penahanan terhadap Toto malam ini.

Sedangkan Iwa Karniwa sudah lebih dahulu ditahan tim lembaga antirasuah.

Dalam perkara ini, Toto bersama mantan Sekda Jawa Barat Iwa Karniwa ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap perizinan proyek Meikarta.

Toto diduga menyuap mantan Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin senilai Rp 10,5 miliar. Uang diberikan kepada Neneng melalui orang kepercayaannya dalam beberapa tahap.

Sementara Iwa diduga telah menerima uang Rp 900 juta dari Kepala Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Pemkab Bekasi Neneng Rahmi Nurlaili untuk menyelesaikan Peraturan Daerah tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kabupaten Bekasi Tahun 2017. Perda RDTR Kabupaten Bekasi itu diperlukan untuk kepentingan perizinan proyek Meikarta.

Uang yang diberikan Neneng Rahmi kepada Iwa diduga berasal dari PT Lippo Cikarang. PT Lippo Cikarang disinyalir menjadi sumber duit suap untuk beberapa pihak dalam pengurusan izin proyek Meikarta.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya