Selain Banjir, Bencana Alam Ini Pernah Melanda Jakarta

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), curah hujan yang turun di awal tahun 2020 merupakan kondisi yang paling ekstrem.

oleh Liputan6.com diperbarui 27 Jan 2020, 08:08 WIB
Diterbitkan 27 Jan 2020, 08:08 WIB
Penampakan Banjir di Pool Taksi Blue Bird Kramat Jati
Kondisi taksi saat terendam banjir di Pool Blue Bird, Kramat Jati, Jakarta Timur, Rabu (1/1/2020). Banjir yang terjadi akibat hujan deras yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya menyebabkan puluhan taksi dan belasan mobil terendam sejak pukul 04.00 WIB. (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta kerap menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Banjir diawal tahun 2020 merupakan salah satu banjir terparah, selain banjir yang terjadi pada 2007 dan 2015 lalu. Hal ini disebabkan curah hujan yang tinggi mengguyur Jakarta.

Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG),curah hujan 2020 merupakan kondisi terekstrem yang pernah terjadi.

"Curah hujan ekstrem awal 2020 ini merupakan salah satu kejadian hujan paling ekstrim selama ada pengukuran dan pencatatan curah hujan di Jakarta dan sekitarnya (bedasarkan batasan persentil 99% dan 99.9 %). Curah hujan ekstrem tertinggi selama ada pencatatan hujan sejak 1866," ujar Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal kepada wartawan, Jumat, 3 Januari 2020.

Tidak hanya Jakarta, banjir juga menggenangi kota penyangga Ibu Kota, yaitu Bekasi, Bogor, Depok dan Tanggerang

Ternyata, tidak hanya banjir yang pernah menyerang Ibu Kota. Bencana alam ini pernah pula melanda Ibu Kota. Berikut ulasannya: 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Banjir

Ciliwung Meluap, Banjir Rendam Kawasan Rawajati
Warga dievakuasi menggunakan perahu karet dari salah satu gang di Kawasan Rawajati yang tergenang banjir, Jakarta, Rabu Rabu (1/1/2020). Hujan yang mengguyur Jakarta sejak Selasa sore (31/12/2019) mengakibatkan banjir di sejumlah titik di Jakarta. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Bedasarkan informasi dari  Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), melalui laman resminya di instagram @bnpb_indonesia yang di unggah pada pukul 09.30 WIB, Jumat, 3 Januari 2020, terdapat 63 titik banjir menggenang wilayah Jakarta.

Wilayah yang tergenang banjir yaitu, Jakarta Pusat 2 titik banjir, Jakarta Utara 2 titik banjir, Jakarta Barat 7 titik banjir, Jakarta Timur 13 titik banjir, dan terakhir Jakarta Selatan dengan 39 titik banjir. Total keseluruhan ada 63 titik banjir.

Selain itu, jumlah warga yang mengungsi di perkirakan berjumlah 21.940. Dengan jumlah korban pengungsi terbanyak ada di wilayah Jakarta Selatan dengan jumlah 8.104 jiwa. 

Tak hanya ribuan orang yang memilih untuk mengungungsi dan meninggalkan harta bendanya, BNPB mencatat ada puluhan korban jiwa dan hilang saat banjir menerjang Ibu Kota. 

"Korban meninggal dunia tercatat per 4 Januari 2020, pukul 10.00 WIB menjadi 53 orang dan 1 orang hilang," ujar Agus Wibowo, Kepala Pusat Data dan Informasi Komunikasi BNPB, Jakarta, Sabtu, 4 Januari 2019.

Sementara itu, pemadaman listrik pun dilakukan PLN di wilayah-wilayah yang terendam banjir. Upaya ini dilakukan agar tidak menimbulkan korban yang tersengat listrik pada saat banjir.

Disisi lain, sejumlah transportasi umum seperti Trans Jakarta, MRT, KRL terhambat pergerakaannya, karena air menggenangi ruas jalur transportasi umum. Tidak hanya itu, Bandara Halim Perdana kusuma juga terpaksa membatalkan penerbangan karena landasan ikut terendam. 

Banjir Rob

Banjir Rob Landa Pesisir Jakarta
Gelombang tinggi dan angin kencang menghantam pesisir Jakarta, Kamis (9/1/2020). Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Sumber Daya Air (SDA) memetakan kawasan yang rawan diterjang banjir rob selama cuaca ekstrem melanda Jakarta pada 9 hingga 12 Januari 2020. (merdeka.com/Imam Buhori)

Banjir rob atau banjir air pasang menerjang Dermaga Sandar Kapal di Pelabuhan Nizam Zachman, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Ketinggian air laut yang berkisar antara 50 hingga 60 sentimeter, memaksa sejumlah anak buah kapal (ABK) yang hendak ke darat harus menerjang banjir.

Seperti ditayangkan Liputan6 SCTV, Selasa, 22 Januari 2019, peristiwa ini sesuai dengan prediksi BMKG, yaitu disebabkan oleh fenomena supermoon dan angin barat.

Banjir yang terjadi hari itu diperkirakan lebih tinggi. 

Selain di pesisir utara Jakarta, banjir rob juga mengancam wilayah lain seperti di Jawa Tengah, Tanjung Benoa Bali, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan sejumlah wilayah pesisir lainnya.

Gempa

20151111-Ilustrasi Gempa Bumi
Ilustrasi Gempa Bumi (iStockphoto)

Gempa pernah menguncang Ibu Kota pada tahun 2019. Gempa ini berpusat di Kabupaten Bogor dengan kekuatan magnitudo 4. Lindu terjadi pada pukul 11.10.59 WIB, Jumat, 23 Agustus 2019.

Getarannya bahkan terasa hingga Jakarta. 

Dari data BMKG menyebutkan, gempa terjadi di darat atau sekitar 101 kilometer barat daya Kabupaten Bogor.

Titik koordinat gempa berada di 6,7 Lintang Selatan (LS) dan 106,51 Bujur Timur (BT). Kedalaman gempa 5 kilometer.

Akibat gempa, beberapa karyawan gedung bertingkat turut merasakan goyangan tersebut.

"Gempa... Gempa..." seru Maria, pegawai swasta di kawasan Menteng, Jakarta Pusat,

Karyawan lainnya bernama Novita juga turut merasakan lindu sekitar 5 detik. Bahkan, galon air mineral yang berada di sampingnya tampak bergetar.

"Terasa goyang, meski kecil dan sebentar. Jadi sedikit pusing," kata Novita. 

 

Kekeringan

Musim kemarau yang panjang disertai El-nino pada tahun 2015 lalu, menyebabkan beberapa wilayah Jakarta mengalami kekeringan. Tanda-tanda kekeringan terjadi di Cengkareng, Jakarta Barat.

Salah satu tanda paling tampak adalah surutnya sungai Kali Ciliwung. Tidak hanya itu, kekeringan juga menyebabkan warga yang tinggal di DKI Jakarta kekurangan air bersih.

Presiden Joko Widodo atau Jokowi saat itu langsung menggelar rapat terbatas mengenai dampak El Nino pada kekeringan dan upaya penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di ‎Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.

Jokowi meminta menterinya cepat tanggap menghadapi fenomena dampak El Nino yang melanda Indonesia.

"Agar mewaspadai sekaligus menyiapkan langkah-langkah antisipasi masa kekeringan panjang sebagai dampak El Nino, terutama terhadap pertanian, perikanan, dan hutan maupun lahan," ujar Presiden Jokowi, Jumat, 31 Juli 2015.

Disisi lain, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga beruapaya menanggulangi bencana kekeringan yang melanda Ibu Kota agar tidak merambat ke daerah lain. 

"Kalau kita enggak beli Aetra sama Palyja, repot kita. Mau kirim air dari mana? Saya baru mau pasang mesin, dicoba yang air, ada proses deh," kata Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok di Balaikota Jakarta, Jumat 31 Juli 2015.

Sebagai gantinya, Ahok saat itu juga sudah meminta PAM Jaya untuk membangun mesin pengolahan air sendiri. Biaya pembangunan mesin akan diberikan melalui penyertaan modal pemerintah (PMP).

"Nanti air semua kita olah dari Tambora, sumur kita, olah sendiri deh," imbuh Ahok. 

Kabut Asap

Ilustrasi kabut asap
Ilustrasi kabut asap

Kekeringan yang panjang menyebabkan kebakaran di beberapa titik wilayah Indonesia. Asap yang timbul akibat kebakaran hutan, bahkan meluas hingga ke Ibu Kota negara.

Akibat kabut asap, tingkat polusi udara di Jakarta meningkat berdasarkan data dari AirVisual, Air Quality Index (AQI) Jakarta berada di 246 alias kategori sangat tidak sehat.

Selain kabut asap, polusi udara di Jakarta disebabkan oleh knalpot asap yang dihasilkan oleh kendaraaan umum.

Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono periode 2014-2019 angkat bicara soal polusi udara di Ibu Kota.

"Kerugian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sangat besar, baik dari ekonomi, pariwisata, kesehatan, hingga pendidikan. Dampaknya juga dirasakan warga DKI Jakarta karena polusi di Ibu Kota diduga berasal dari karhutla, terutama di Sumatera dan Kalimantan," kata Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono di Jakarta, Senin, 19 Agustus 2019. 

Dia menjelaskan, kasus polusi udara di Jakarta perlu penanganan khusus dan cepat. Jakarta sendiri, kata Bambang, punya peranan penting terhadap perekenomian nasional, ini karena 60 persen ekonomi Indonesia ada di Jakarta.

Bambang juga mengkritik kebijakan Gubernur DKI Jakarta yang membatasi usia kendaraan akan berdampak fatal baik pada lingkungan. 

"Pembatasan umur kendaraan itu, maka, akan terjadi pembelian mobil baru dan akan ada import besar-besaran. Neraca perdagangan menjadi negatif, padahal yang diinginkan pemerintah, neraca perdagangan kita positif. Seharusnya Menteri Koordinator Bidang Ekonomi harusnya bisa mencegah hal ini,: tutur Bambang.

Dia mengingatkan agar pemerintah pusat dan DKI lebih cermat dalam membuat kebijakan dalam merespons polusi udara di Ibu Kota.

"Jangan tergesa-gesa membuat kebijakan. Tolong dianalisis dulu, sebab musim hujan nanti karhutla akan padam sendiri dan polusi asap di DKI otomatis berkurang," kata Bambang Haryo.

 

(Rizki Putra Aslendra)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya