Aktivis: Respons Kominfo soal Foto Tara Basro Timbulkan Stigma dan Ketakutan

Maidina mengaku, sejak awal pihaknya terus mengeritik rumusan yang dinilai karet dalam pasal-pasal ketentuan pidana di UU ITE.

oleh Yopi Makdori diperbarui 05 Mar 2020, 11:23 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2020, 11:23 WIB
Tara Basro. (Foto: Instagram @tarabasro)
Tara Basro. (Foto: Instagram @tarabasro)

Liputan6.com, Jakarta - Institute for Criminal Justice Reform ( ICJR) menilai sikap yang diambil Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dengan menuduh unggahan aktris Tara Basro yang mengampanyekan mencintai tubuh sendiri mengandung unsur pornografi. Bahkan lebih jauh, Kominfo melalui Kabiro Humasnya menuding Tara Basro telah melakukan pelanggaran terhadap UU ITE.

"ICJR sangat menyayangkan pernyataan yang dilontarkan oleh pihak Kominfo tersebut yang menimbulkan stigma dan iklim ketakutan," kata Peneliti ICJR Maidina Rahmawati melalui keterangan tertulisnya, Kamis (5/3/2020).

Jika memang hal tersebut pendapat resmi dari Kominfo, kata dia, maka sangat disayangkan bahwa Kominfo belum sepenuhnya memahami batasan hukum tentang kesusilaan. Serta tidak mendukung pesan baik yang disampaikan dan justru menciptakan ketakutan dalam berekspresi dan berpendapat.

Maidina mengaku, sejak awal pihaknya terus mengeritik rumusan yang dinilai karet dalam pasal-pasal ketentuan pidana di UU ITE. Salah satunya Pasal 27 ayat (1) tentang mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

Dia menerangkan, penjelasan dalam Pasal 27 ayat (1) tidak secara eksplisit merujuk pada ketentuan dalam KUHP. Padahal dalam UU No. 19 tahun 2016 tentang Revisi UU ITE menyatakan Pasal 27 ayat (3) merujuk pada ketentuan KUHP. Maka mutlak pasal 27 ayat (1) harus merujuk pada ketentuan dalam Pasal 281 dan Pasal 282 KUHP untuk melihat hakikat pelarangan distribusi konten melanggar kesusilaan yang mana UU ITE menjangkau medium dalam sistem elektronik.

"Mengenai pelanggaran kesusilaan, yang dinilai sebagai tindak pidana adalah perbuatan 'sengaja merusak kesopanan/kesusilaan dimuka umum' atau 'sengaja merusakkan kesopanan/kesusilaan dimuka orang lain, yang hadir dengan kemauannya sendiri' Kesusilaan adalah perasaaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin. Dan sifat kesusilaan tersebut harus dinilai sesuai dengan konteks perbuatan," katanya.

Aparat penegak hukum, lanjut Maidina dalam penerapan pasal ini harus menilai dengan seksama ukuran kesusilaan dengan konteks perbuatan yang dilakukan. Harus dipastikan pula bahwa perbuatan dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesusilaan tersebut.

"Sedangkan untuk perbuatan menyiarkan, mempertontonkan atau menempelkan tulisan/gambar yang melanggar kesusilaan, dalam KUHP dijelaskan bahwa orang yang melakukan perbuatan tersebut harus mengetahui, bahwa isi tulisan, gambar, patung dan benda-benda yang dibuat tersebut melanggar perasaan kesopanan/kesusilaan," terangnya.

Sementara itu, kata dia dalam UU Pornografi yang dimaksud dengan pornografi adalah gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, bunyi, gambar bergerak, animasi, kartun, percakapan, gerak tubuh, atau bentuk pesan lainnya melalui berbagai bentuk media komunikasi dan/atau pertunjukan di muka umum, yang memuat kecabulan atau eksploitasi seksual yang melanggar norma kesusilaan dalam masyarakat.

Pada poin ini, menurut Maidina maka penilaiannya kembali pada kesusilaan yang dilihat dari konteks perbuatan dilakukan. Terlebih lagi, politik hukum di Indonesia terkait dengan pornografi yang termuat dalam RKUHP dalam penjelasan Pasal 413, bahwa pornografi harus dilihat sesuai konteks dan tidak merupakan tindak pidana jika merupakan karya seni, budaya, olahraga dan/atau ilmu pengetahuan.

"Dalam hal ini perbuatan yang dilakukan Tara Basro bukan merupakan perbuatan merusak kesusilaan ataupun mengetahui bahwa unggahannya merupakan konten yang melanggar kesusilaan, melainkan ekspresi yang sah dari seorang perempuan dan mendukung pandangan positif terhadap keberagaman seseorang termasuk perempuan yang seharusnya didukung," tegasnya.

Pernyataan Kominfo yang tidak didahului pengkajian yang mendalam, kata Maidina justru menghadirkan iklim ketakutan dalam berpendapat dan berekspresi.

"Seharusnya Kominfo mengetahui batasan ini," tegasnya kembali.

Saksikan video di bawah ini:

Evaluasi UU ITE

Atas respons Kominfo yang dinilai minim pengkajian itu, ICJR menilai perlu evaluasi kembali penerapan UU ITE. Selama ini Pasal 27 ayat (1) UU ITE justru menyerang kelompok yang seharusnya dilindungi, dan diterapkan berbasis diskriminasi gender.

"Terlebih lagi, Pasal 27 ayat (1) UU ITE belum dirumuskan secara jelas sesuai dengan tujuan pembentukan pasal tersebut dan juga memuat duplikasi tidak perlu, karena rumusan yang ketat sudah dimuat dalam KUHP yang saat ini berlaku dalam Pasal 281 dan Pasal 282," ujar dia.

ICJR meminta Kominfo untuk menarik kembali pernyataan yang telah disampaikan dan menjelaskankan bahwa tidak ada pelanggaran UU ITE pada unggahan Tara Basro. Kominfo harus menghentikan penyebaran ketakutan berekspresi.

Pemerintah juga lewat kejaksaan diminta untuk memastikan bahwa penerapan Pasal 27 ayat (1) UU ITE tidak untuk menyerang ekspresi sah ataupun menyerang kelompok yang perlu dilindungi.

"Segera, Pemerintah dan DPR memastikan revisi UU ITE yang masuk ke dalam Prolegnas 2020-2024 untuk menghapus Pasal 27 ayat (1) yang memuat duplikasi, karet, multitafsir yang dalam praktik penerapannya sering menyerang korespondensi pribadi, menyerang korban kekerasan seksual dan melanggar hak untuk berekspresi," tegasnya mengakhiri.

Sebelumnya, unggahan Tara Basro mendadak viral dan menjadi perbincangan warganet.

Di Instagram, Tara Basro mengunggah dua buah foto yang menampilkan dirinya tengah mengenakan pakaian dalam. Namun yang menarik perhatian warganet adalah di foto tersebut Tara Basro PD menunjukkan lipatan-lipatan lemak di tubuhnya, khususnya di bagian perut.

Rupanya Tara Basro memang ingin menyorot masalah tersebut.

"Dari dulu yang selalu gue denger dari orang adalah hal jelek tentang tubuh mereka, akhirnya gue pun terbiasa ngelakuin hal yang sama.. mengkritik dan menjelek2an," tulis Tara Basro pada Selasa (3/3/2020).

Lebih lanjut, Tara Basro mengajak masyarakat untuk mensyukuri segala apa yang dimilikinya, ketimbang sibuk memikirkan hal yang negatif.

"Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki," lanjut Tara Basro.

 

Minta Kominfo Selektif

Sementara itu, anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono menganggap unggahan aktris Tara Basro yang memamerkan perutnya bukanlah sebuah tindakan yang melanggar norma kesusilaan.

"Saya pribadi tidak menganggap itu adalah pornografi. Akan tetapi lebih kepada ajakan tuk mengajak generasi muda tuk mencintai tubuhnya tanpa perlu takut akan tekanan dari orang lain," kata Dave kala dikonfirmasi Liputan6.com, Kamis (5/3/2020).

Kendati begitu, Dave menilai sebagai figur publik Tara diminta berhati-hati dalam mem-posting sesuatu supaya lebih diterima masyarakat.

"Hanya saja sebagai public figure kita harus lebih berhati-hati akan posting yang kita pasang. Demi menghindari kontroversi yang tidak perlu," ucapnya.

Minta Kominfo Selektif

Anggota dewan dari Fraksi Partai Golkar itu juga menyinggung tudingan pihak Kementerian Kominfo yang menganggap unggahan Tara Basro sebagai tindakan pornografi. Mestinya, menurut Dave Kominfo lebih selektif dalam melakukan tuduhan.

"Sebaiknya Kominfo lebih selektif sebelum melakukan tuduhan kepada masyarakat. Dan lebih mengutamakan pendidikan dan sosialisasi dibanding melakukan tuduhan-tuduhan," tegas Dave mengakhiri.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya