Liputan6.com, Jakarta - Evi Novida Ginting Malik tak terima dipecat dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Evi dipecat dalam sidang etik yang digelar Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) pada, Rabu 18 Maret 2020 kemarin.
"Saya keberatan dengan Putusan DKPP RI Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020," ujar Evi dalam siaran persnya, Jakarta, Kamis (19/3/2020).
Baca Juga
Dia menjelaskan, yang menjadi pokok permasalahan sampai sidang etik digelar, lantaran Hendri Makaluasc mengadukannya ke DKPP. Hendri merupakan anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Advertisement
Hendri mengadukan Evi lantaran memiliki penafsiran berbeda dengan Bawaslu atas Putusan Mahkamah Konstitusi RI Nomor 154-02-20/PHPU.DPR-DPRD/XVII/2009. Hendri dan Bawaslu RI memiliki penafsiran yang berbeda dari penafsiran KPU RI dan KPU Kalimantan Barat.
"Dalam putusan ini, DKPP mengambil peran menentukan mana penafsiran Putusan Mahkamah Konstitusi RI yang benar," kata Evi Novida Ginting Malik.
Apalagi, menurut Evi, Hendri juga sudah mencabut pengaduan terhadapnya dalam sidang DKPP pada 13 November 2019. Dia mengatakan pencabutan pengaduan disampaikan kepada Majelis DKPP secara langsung dalam sidang dengan menyampaikan surat pencabutan laporan dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu.
"Artinya, DKPP tidak bisa melakukan pemeriksaan etik secara aktif bila tidak ada pihak yang dirugikan dan mengajukan pengaduan pelanggaran etik. Pencabutan pengaduan mengakibatkan DKPP tidak mempunyai dasar untuk menggelar peradilan etikdalam perkara ini," kata Evi.
Menurut Evi, pelaksanaan peradilan etik oleh DKPP tanpa adanya pihak yang dirugikan sudah melampaui kewenangan yang diberikan oleh UU 7/2017 kepada DKPP sebagai lembaga peradilan etik yang pasif.
"Putusan DKPP kepada saya, KPU RI, KPU Kalbar terlalu berlebihan karena sudah tidak ada lagi pihak yang dirugikan," kata dia.
Selain itu, putusan DKPP tersebut menurut Evi tidak melaksanakan Pasal 36 ayat (2) Peraturan DKPP No. 2 Tahun 2019 yang mewajibkan Pleno pengambilan Keputusan dihadiri paling sedikit 5 orang anggota DKPP. Sedangkan putusan DKPP ini hanya diambil oleh 4 anggota Majelis DKPP.
"Putusan ini cacat hukum, akibatnya batal demi hukum dan semestinya tidak dapat dilaksanakan. Atas dasar alasan-alasan diatas, saya akan mengajukan gugatan untuk meminta pembatalan putusan DKPP tersebut," kata Evi Novida Ginting Malik.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Putusan DKPP
Sebelumnya, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memecat Evi Novida Ginting Malik dari jabatan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU). Pemecatan dilakukan dalam sidang etik yang digelar, hari ini Rabu (18/3/2020).
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia sejak putusan ini dibacakan," ujar Plt Ketua DKPP Muhammad seperti dikutip dari salinan putusan Nomor 317-PKE-DKPP/X/2029, Rabu (18/3/2020).
Evi dijatuhkan sanksi berupa pemecatan lantaran terbukti melakukan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu terkait kasus perolehan suara calon legislatif Partai Gerindra Daerah Pemilihan Kalimantan Barat 6.
Selain menjatuhkan sanksi pemecatan terhadap Evi, DKPP juga menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Teradu I Arief Budiman selaku Ketua merangkap Anggota KPU RI.
Peringatan keras juga diberikan kepada komisioner KPU lain, yaitu Teradu II Pramono Ubaid Tanthowi, Teradu IV Ilham Saputra, Teradu V Viryan Azis, dan Teradu VI Hasyim Asy’ari.
Sanksi berupa peringatan juga diberikan kepada Teradu VIII Ramdan selaku Ketua merangkap Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat, Teradu IX Erwin Irawan, Teradu X Mujiyo, dan Teradu XI Zainab masing-masing selaku Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat.
Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia untuk melaksanakan Putusan ini sepanjang terhadap Teradu VIII, Teradu IX, Teradu X, dan Teradu XI paling lama tujuh hari sejak putusan ini dibacakan.
"Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," kata Muhammad.
Â
Advertisement