Liputan6.com, Jakarta - Bakal Calon Bupati (Bacabup) Sidoarjo, Bambang Haryo Soekartono atau BHS turut angkat bicara terkait tindakan saling lempar tanggungjawab antara Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan Kemenko Maritim dan Investasi di tengah pandemi Corona Covid-19 di Indonesia.
Bambang Haryo yang juga merupakan Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Jawa Timur itu menyayangkan tindakan kedua kementerian yang justru bekerja tidak profesional dan bertanggungjawab.
Baca Juga
Sebelumnya, Kemenhub dan Kemenko Martim dan Investasi saling lempar tanggungjawab mengenai tarif kapal ferry. Hal itu pun mengancam kelangsungan usaha penyeberangan dan kelancaran logistik di tengah wabah virus Corona Covid-19 di Tanah Air.
Advertisement
"Kedua kementerian itu memberikan penjelasan berbeda-beda. Kemenhub menyatakan menunggu persetujuan Kemenko Maritim dan Investasi, namun ketika dikonfimasi, Sesmenko Maritim dan Investasi Agus Kuswandono menegaskan soal tarif bukan kewenangan Menko Maritim dan Investasi," ujar Bambang Haryo melalui keterangan tertulisnya, Jumat (3/4/2020).
Bahkan, menurut Bambang Haryo, Sesmenko mengatakan tidak mempunyai hak untuk merekomendasi atau menyetujui tarif kapal ferry dan kewenangan tersebut ada di Kemenhub. Bambang Haryo pun mempertanyakan hal tersebut.
"Perbedaan penjelasan itu mengherankan, sebab Dirjen Perhubungan Darat Kemenhub Budi Setiyadi menyatakan, pembahasan kenaikan tarif sudah selesai dilakukan bersama dan hanya satu permasalahan kecil yang dibahas Staff Ahli Menko Maritim dan Investasi yang cenderung mempersulit persetujuan pengajuan tarif ke Kemenko Maritim dan Investasi," papar mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra periode 2014-2019 ini.
Dia juga mendapatkan informasi bahwa Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan belum menandatangani persetujuannya selama kurang lebih 7 bulan di dalam persetujuan tarif ferry.
Padahal, kata Bambang Haryo, Dirjen Darat Budi Setyadi sudah memimpin langsung sosialisasi kenaikan tarif pada bulan Desember 2019 di depan YLKI dan seluruh Pengusaha Ferry.
"Bahkan sosialisasi langsung kenaikan tarif kepada masyarakat pada tanggal 6 Maret 2020 lalu di lintasan Ketapang-Gilimanuk Banyuwangi telah dilakukan," ucap dia.
Bambang Haryo yang juga sebagai Ketua Dewan Pembina Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap), menilai berlarut-larutnya penetapan tarif tersebut memberikan kesan pemerintah sangat lamban bekerja dan dalam membuat suatu keputusan. Padahal saat ini, Indonesia tengah menghadapi pandemi virus Corona Covid-19.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Perlu Cepat Diselesaikan
Bambang Haryo menjelaskan, berdasarkan informasi Gapasdap, sebagian besar perusahaan penyeberangan di lintasan Ketapang-Gilimanuk terancam berhenti beroperasi karena tidak mampu lagi membayar gaji karyawan.
Kondisi yang sama juga terjadi di beberapa lintasan lain, apalagi ditambah dampak wabah Corona Covid-19.
"Sebenarnya penyesuaian tarif ferry sudah dihitung dan diketahui bersama selama 2 tahun tetapi tidak seluruhnya direalisasikan. Padahal seharusnya berada di hitungan 30-40 persen, tetapi hanya direalisasikan antara 8 sampai 14 persen saja," terang dia.
Seharusnya, menurut Bambang Haryo, pemerintah bersyukur dengan adanya transportasi laut yang berfungsi The Real Toll Laut dengan melayani publik 24 jam tepat waktu.
"Apabila penyeberangan terhenti, Pak Jokowi pasti disalahkan rakyat karena logistik antar pulau seluruh Indonesia akan macet total dan ekonomi terganggu. Dalam kondisi darurat Covid-19 seperti sekarang dampaknya akan luar biasa besar," tegas Bambang Haryo.
Sebelumnya, ribuan karyawan dari 12 perusahaan penyeberangan di lintasan Ketapang-Gilimanuk resah. Mereka terancam tidak mendapat gaji mulai bulan ini karena perusahaan tidak sanggup lagi menutupi biaya operasional.
Ketua DPD Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan (Gapasdap) Jawa Timur Sunaryo mengungkapkan, sebagian besar operator kapal ferry di Ketapang-Gilimanuk tidak mampu lagi membayar gaji karyawan, bahkan untuk membayar bunga bank pun sudah sulit.
“Bagaimana ini, siapa yang tanggung jawab? Karyawan sudah resah. Kalau mereka tidak dapat gaji, kapal ferry di Ketapang-Gilimanuk bisa-bisa berhenti operasi, angkutan logistik bisa kacau,” katanya, Senin, 23 Maret 2020.
Menurut Sunaryo, kondisi saat ini sangat memprihatinkan karena ekonomi masih lesu ditambah ada wabah virus corona. Karyawan juga harus ekstra hati-hati dan perusahaan harus melakukan penanganan khusus karena kapal ferry di lintasan itu beroperasi 24 jam.
“Biaya di penyeberangan terus naik dan tambah banyak, tetapi tarifnya tidak naik-naik. Kalau penyeberangan berhenti beroperasi dan tidak mampu lagi bayar gaji, kami khawatir akan ada gejolak besar. Karyawan bakal turun ke jalan demo besar-besaran,” ujar Sunaryo.
Advertisement