Liputan6.com, Jakarta: Kenaikan harga kebutuhan pokok jelang bulan puasa seakan menjadi hal lumrah. Cuaca buruk atau kurangnya pasokan akibat gagal panen selama ini kerap dijadikan alasan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Kini, disaat tak ada cuaca buruk atau permasalahan pasokan, harga-harga kebutuhan pokok di bulan puasa tetap saja naik.
Â
Daging sapi, daging ayam, ikan, gula, dan telur ayam yang selalu menjadi langganan, harganya mulai merambat naik sejak sebulan jelang bulan puasa. Penyebab kenaikan harga sembako pun kini tertuju pada ulah spekulan yang ingin untung lebih, tapi pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Pengamat ekonomi Hendri Saparini menilai, pemerintah kurang tegas untuk mengatur lonjakan kenaikan harga melalui undang-undang.
Â
Sementara itu, pedagang berharap pemerintah kembali menetapkan sistem harga eceran tertinggi yang pernah berlaku di Orde Baru.
Â
Dilain sisi, Badan Urusan Logistik (Bulog) yang selama ini menjadi ujung tombak untuk menstabilkan harga pokok mengaku kesulitan. Operasi pasar yang menjadi jurus pamungkas pemerintah jika harga-harga mulai tak terkendali, terkadang hanya efektif sesaat karena tak mampu menyentuh seluruh wilayah di Tanah Air. Bahkan, kadang mendapat tentangan dari penguasa daerah.
Â
Di tengah berlakunya mekanisme pasar, produksi pangan nasional yang menurun tentunya semakin memperparah gejolak harga yang mudah dipermainkan. Tahun lalu, pemerintah terpaksa mengimpor sejumlah bahan pangan dan tahun ini pemerintah yang semula optimistis berswasembada beras kembali akan mengimpor beras. Imbasnya tentu rakyat yang kembali harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli bahan pokok.(ADO)
Â
Daging sapi, daging ayam, ikan, gula, dan telur ayam yang selalu menjadi langganan, harganya mulai merambat naik sejak sebulan jelang bulan puasa. Penyebab kenaikan harga sembako pun kini tertuju pada ulah spekulan yang ingin untung lebih, tapi pemerintah tidak bisa berbuat apa-apa. Pengamat ekonomi Hendri Saparini menilai, pemerintah kurang tegas untuk mengatur lonjakan kenaikan harga melalui undang-undang.
Â
Sementara itu, pedagang berharap pemerintah kembali menetapkan sistem harga eceran tertinggi yang pernah berlaku di Orde Baru.
Â
Dilain sisi, Badan Urusan Logistik (Bulog) yang selama ini menjadi ujung tombak untuk menstabilkan harga pokok mengaku kesulitan. Operasi pasar yang menjadi jurus pamungkas pemerintah jika harga-harga mulai tak terkendali, terkadang hanya efektif sesaat karena tak mampu menyentuh seluruh wilayah di Tanah Air. Bahkan, kadang mendapat tentangan dari penguasa daerah.
Â
Di tengah berlakunya mekanisme pasar, produksi pangan nasional yang menurun tentunya semakin memperparah gejolak harga yang mudah dipermainkan. Tahun lalu, pemerintah terpaksa mengimpor sejumlah bahan pangan dan tahun ini pemerintah yang semula optimistis berswasembada beras kembali akan mengimpor beras. Imbasnya tentu rakyat yang kembali harus mengeluarkan uang lebih untuk membeli bahan pokok.(ADO)