Liputan6.com, Jakarta - Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mengkritik fenomena kerumunan massa yang masih ditemukan. Contohnya, seperti di pasar, mall, dan belum lama ini di bandara. Menurut dia, pembubaran di tempat-tempat tersebut kurang tegas, ketimbang permintaan kepada umat Islam untuk tidak salat berjamaah di masjid.
"Mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di mesjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi di tempat lainnya?" tulis Anwar Abbas lewat pesan singkat diterima, Minggu (17/5/2020).
Baca Juga
Anwar Abbas berpandangan, bahkan di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di masjid bagi melaksanakan salat jumat dan salat jemaah serta tarawih di mesjid karena berbahaya.
Advertisement
Padahal, lanjut dia, haruslah dapat dibedakan bahwa tidak semua daerah di Indonesia salat berjamaah dilarang untuk saat ini. Mengacu pada Fatwa MUI terkait pembatasan beribadah secara berjamaah karena situasi Pandemi Covid-19, pembatasan beribadah secara berjamaah hanya dilakukan di daerah yang penyebaran kasus virus corona tidak terkendali.
"Fatwa MUI, dijelaskan bahwa di daerah yang penyebaran virus terkendali umat Islam bisa menyelenggarakan salat Jumat dan salat berjemaah dengan memperhatikan protokol medis yang ada," jelas dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Terjadi Paradoks
Karenanya, Anwar menilai telah terjadi paradoks aturan pemerintah terhadap umat dan kalangan masyarakat umum dalam hal berkumpul. Lewat pernyataan ini, dia pun berharap pemerintah dan petugas selanjutnya bisa konsisten dalam menegakkan aturan yang melarang untuk berkumpul dimana saja tanpa terkecuali.
"Jadi penegakan larangan itu tidak hanya untuk berkumpul di masjid saja tapi juga di pasar, mall, di jalan, di terminal di bandara di kantor, pabrik, industri yang tujuannya adalah agar kita bisa memutus mata rantai penularan virus ini secara cepat," dia menandasi.
Advertisement