Peran Bupati Kutai Timur dan Istri dalam Kasus Dugaan Suap Proyek Infrastruktur

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membeberkan peran Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya Encek Unguria.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 04 Jul 2020, 08:36 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2020, 08:36 WIB
Bupati Kutai Timur dan istri ditangkap KPK (Fachrur Rozie/Liputan6.com)
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur (Kutim) tahun 2019 - 2020.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nawawi Pomolango membeberkan peran Bupati Kutai Timur Ismunandar dan istrinya Encek Unguria R yang juga Ketua DPRD Kutai Timur dalam kasus dugaan suap pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur tahun 2019 - 2020.

Selain keduanya, Nawawi juga membeberkan peran Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, dan Kepala Dinas PU Aswandini.

"ISM (Ismunandar) selaku bupati menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran," ujar Nawawi dalam jumpa pers di Gedung KPK, Jumat (3/7/2020) malam.

Sedangkan peran istri Bupati Ismunandar selaku Ketua DPRD Kutai Timur yakni melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan proyek-proyek di Pemerintah Kabupaten Kutai Timur.

Sementara peran Musyaffa selaku orang kepercayaan Bupati Kutai Timur yakni melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan Pekerjaan Umim di Kabupaten Kutai Timur.

Peran Suriansyah selaku Kepala BPKAD mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10 persen dari jumlah pencairan.

"ASW (Aswandidi) selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang," kata Nawawi.

Kelima orang tersebut diketahui sudah dijerat sebagai tersangka. Mereka diduga menerima suap dari dua orang rekanan bernama Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kronologi Kasus

Kasus ini bermula pada 11 Juni 2020, diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan dari Aditya Maharani selaku rekanan Dinas PU Kutai Timur sebesar Rp 550 juta, dan dari Decky selaku rekanan Dinas Pendidikan sebesar Rp 2,1 miliar kepada Ismunandar melalui Suriansyah dan Musyaffa bersama-sama Encek Unguria.

Keesokan harinya Musyaffa menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening, yaitu bank Syariah Mandiri a.n Musyaffa sebesar Rp 400 juta, bank Mandiri sebesar Rp 900 juta dan bank Mega sebesar Rp 800 juta.

Pemberian uang tersebut untuk kepentingan Ismunandar. Yakni pada tanggal 23-30 Juni 2020 untuk pembayaran kepada Isuzu Samarinda atas pembelian elf sebesar Rp 510 juta, pada tanggal 1 Juli 2020 untuk pembelian tiket ke Jakarta sebesar Rp 33 juta, pada tanggal 2 Juli 2020 untuk pembayaran hotel di Jakarta Rp 15,2 juta.

Sebelumnya, diduga terdapat juga penerimaan uang THR dari Aditya sebesar masing-masing Rp 100 juta untuk ISM (Ismunandar), MUS (Musyaffa), SUR (Suriansyah), dan ASW (Aswandini) pada 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar.

Selain itu, diduga terdapat beberapa transaksi dari rekanan kepada Musyaffa melalui beberapa rekening bank terkait dengan pekerjaan yang sudah didapatkan di Pemkab Kutim. Total saldo yang masih tersimpan di rekening- rekening tersebut sekitar Rp 4,8 miliar. Kemudian terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama Irwansyah, saudara dari Decky yang diserahkan kepada Encek sebesar Rp 200 juta.

Sebagai penerima, Ismunandar, Encek, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf atau b atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 65 ayat (1) kuhp.

Sebagai pemberi, Aditya dan Decky disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 64 ayat (1) kuhp.

Aditya Maharani selaku rekanan menerima pengerjaan proyek pembangunan Embung Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan angunan Rumah Tahanan Polres Kutai Timur senilai Rp 1,7 miliar, Peningkatan jalan Poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar, pembangunan kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih PT. GAM senilai Rp 5,1 miliar, serta pengadaan dan pemasangan LPJU jalan APT Pranoto cs Kota Sangatta senilai Rp 1,9 miliar.

Kemudian Deky Aryanto merupakan rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan kabupaten Kutai Timur senilai Rp 40 miliar.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya