Satu Tersangka Suap Infrastuktur di Kutai Timur Digelandang ke KPK

Deky sebelumnya ikut terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan yang dilakukan di Jakarta, Samarinda, dan Kutai Timur pada Kamis, 2 Juli 2020. Namun Deky tak langsung digelandang ke KPK.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 04 Jul 2020, 12:20 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2020, 12:20 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). Pemerintahan Provinsi Papua mendapat skor terendah yaitu 52,91. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Satu tersangka suap terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur pada 2019-2020 digelandang ke Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dia adalah Deky Ariyanto yang merupakan rekanan alias kontraktor dalam pekerjaan tersebut.

"Tersangka DA (Deky Ariyanto) hari ini dibawa ke Jakarta, sedang menuju ke Gedung KPK," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat dikonfirmasi, Sabtu (4/7/2020).

Deky sebelumnya ikut terjaring operasi tangkap tangan tim penindakan yang dilakukan di Jakarta, Samarinda, dan Kutai Timur pada Kamis, 2 Juli 2020. Namun Deky tak langsung digelandang ke markas antirasuah. Deky diamankan di Samarinda, Kalimantan Timur.

Nantinya, usai diperiksa lebih lanjut di markas antirasuah, Deky akan ditahan di Rutan Polres Jakarta Pusat. Deky ditahan selama 20 hari.

"DA (Deky) ditahan di Polres Jakarta Pusat," kata Ali.

Pada kasus ini KPK menetapkan tujuh orang sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan hadiah dan janji terkait pekerjaan infrastruktur di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kutai Timur pada 2019-2020.

Ketujuh orang tersebut yakni Bupati Kutai Timur Ismunandar, Ketua DPRD Encek Unguria Firgasih yang merupakan istri Bupati Ismunandar, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Musyaffa, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Suriansyah, Kepala Dinas PU Aswandini dan dua orang rekanan bernama Aditya Maharani dan Deky Aryanto.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Awal Mula

Kasus bermula pada 11 Juni 2020, diduga terjadi penerimaan hadiah atau janji yang diberikan dari Aditya Maharani selaku rekanan Dinas PU Kutai Timur sebesar Rp 550 juta, dan dari Decky selaku rekanan Dinas Pendidikan sebesar Rp 2,1 miliar kepada Ismunandar melalui Suriansyah dan Musyaffa bersama-sama Encek Unguria.

Keesokan harinya Musyaffa menyetorkan uang tersebut ke beberapa rekening, yaitu bank Syariah Mandiri a.n Musyaffa sebesar Rp 400 juta, bank Mandiri sebesar Rp 900 juta dan bank Mega sebesar Rp 800 juta.

Pemberian uang tersebut untuk kepentingan Ismunandar. Yakni pada 23-30 Juni 2020 untuk pembayaran kepada Isuzu Samarinda atas pembelian elf sebesar Rp 510 juta, pada 1 Juli 2020 untuk pembelian tiket ke Jakarta sebesar Rp 33 juta, pada 2 Juli 2020 untuk pembayaran hotel di Jakarta Rp 15,2 juta.

Sebelumnya juga diduga terdapat penerimaan uang THR dari Aditya sebesar masing-masing Rp 100 juta untuk Ismunandar, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini pada 19 Mei 2020, serta transfer ke rekening bank atas nama Aini sebesar Rp 125 juta untuk kepentingan kampanye Ismunandar.

Selain itu, diduga terdapat beberapa transaksi dari rekanan kepada Musyaffa melalui beberapa rekening bank terkait dengan pekerjaan yang sudah didapatkan di Pemkab Kutim. Total saldo yang masih tersimpan di rekening- rekening tersebut sekitar Rp 4,8 miliar.

Kemudian terdapat penerimaan uang melalui ATM atas nama Irwansyah, saudara dari Decky yang diserahkan kepada Encek sebesar Rp 200 juta.

 

Intervensi Bupati

Penerimaan sejumlah uang tersebut diduga karena Ismunandar menjamin anggaran dari rekanan yang ditunjuk agar tidak mengalami pemotongan anggaran. Kemudian Emcek melakukan intervensi dalam penunjukan pemenang terkait pekerjaan di Pemkab Kutim.

Serta Musyaffa selaku kepercayaan bupati melakukan intervensi dalam menentukan pemenang pekerjaan di Dinas Pendidikan dan PU di Kabupaten Kutim. Suriansyah mengatur dan menerima uang dari setiap rekanan yang melakukan pencairan termin sebesar 10% dari jumlah pencairan.

Aswandini selaku Kepala Dinas PU mengatur pembagian jatah proyek bagi rekanan yang akan menjadi pemenang.

Sebagai penerima, Ismunandar, Encek, Musyaffa, Suriansyah, dan Aswandini disangkakan melanggar pasal 12 ayat (1) huruf atau b atau pasal 11 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 65 ayat (1) kuhp.

Sebagai pemberi, Aditya dan Decky disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau pasal 13 undang-undang nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto pasal 55 ayat (1) ke 1 kuhp jo pasal 64 ayat (1) kuhp.

Aditya Maharani selaku rekanan menerima pengerjaan proyek pembangunan Embung Desa Maloy senilai Rp 8,3 miliar, pembangunan angunan Rumah Tahanan Polres Kutai Timur senilai Rp 1,7 miliar, Peningkatan jalan Poros Kecamatan Rantau Pulung senilai Rp 9,6 miliar, pembangunan kantor Polsek Kecamatan Teluk Pandan senilai Rp 1,8 miliar, optimalisasi pipa air bersih PT. GAM senilai Rp 5,1 miliar, serta pengadaan dan pemasangan LPJU jalan APT Pranoto cs Kota Sangatta senilai Rp 1,9 miliar.

Kemudian Deky Aryanto merupakan rekanan untuk proyek di Dinas Pendidikan kabupaten Kutai Timur senilai Rp 40 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya