Sejarawan UI: Pandemi COVID-19 Mirip Wabah Flu Spanyol pada 1918

Sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning M Irsyam mengatakan kondisi pandemi COVID-19 yang sedang melanda seluruh dunia, mirip dengan kondisi saat terjadi wabah flu spanyol pada 1918.

oleh Nila Chrisna Yulika diperbarui 01 Agu 2020, 18:47 WIB
Diterbitkan 01 Agu 2020, 18:47 WIB
Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).
Gambar ilustrasi ini dengan izin dari National Institutes of Health pada 27 Februari 2020. Menunjukkan mikroskopis elektron transmisi SARS-CoV-2 juga dikenal sebagai 2019-nCoV, virus yang menyebabkan Corona COVID-19. (AFP/National Institutes of Health).

Liputan6.com, Jakarta - Sejarawan Universitas Indonesia Tri Wahyuning M Irsyam mengatakan kondisi pandemi COVID-19 yang sedang melanda seluruh dunia, termasuk Indonesia, mirip dengan kondisi saat terjadi wabah flu spanyol pada 1918.

"Petugas pemerintah kolonial rutin berkeliling menggunakan mobil untuk menyosialisasikan bahwa penyakit itu mematikan, lebih baik di rumah saja, memakai masker dan menjaga kebersihan," kata Tri dalam acara bincang-bincang Satuan Tugas Penanganan COVID-19 yang disiarkan melalui akun Youtube BNPB Indonesia dari Gedung Graha BNPB, Jakarta, Sabtu (1/8/2020).

Tri mengatakan hal itu dilakukan pemerintah kolonial Hindia Belanda karena tidak semua orang pada saat itu bisa membaca koran dan mendapatkan informasi yang benar.

Pemerintah kolonial menggunakan cara-cara sosialisasi secara langsung agar masyarakat pendudukan tidak menganggap remeh dan tetap waspada terhadap flu spanyol yang sedang mewabah.

Menurut Tri, pada saat itu terdapat perbedaan sudut pandang antara pemerintah kolonial dengan masyarakat dalam menanggapi flu spanyol.

"Masyarakat memandang penyakit tersebut bersumber dari alam seperti debu, angin dan lain-lain. Sementara pemerintah kolonial melihat sumber penularan berasal dari luar, yaitu orang-orang pendatang yang menjadi pembawa virus," tuturnya seperti dikutip dari Antara.

Tri mengatakan pada masa awal flu spanyol terjadi, hampir tidak ada yang siap baik pemerintah negara-negara di dunia maupun masyarakatnya. Ketidaksiapan itu terlihat dari penanganan yang lamban.

Ketika wabah penyakit itu mulai terjadi, dan beberapa orang mulai memperlihatkan gejala-gejala tertentu, kata dia, para petinggi sejumlah negara seolah-olah abai dengan fenomena yang terjadi di masyarakat.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pengobatan Tradisional

Begitu pula dengan pemerintah kolonial Hindia Belanda. Ketika sudah ada laporan dari daerah melalui telegram yang menyatakan sudah ada banyak korban, di antaranya dari Bali dan Banyuwangi, laporan itu tertahan di lembaga yang secara administratif setara dengan sekretariat negara selama berbulan-bulan.

"Karena tidak mendapat tanggapan, pemerintah kolonial di daerah akhirnya menjadi panik dan menyerahkan kepada masyarakat agar bertindak sendiri," tuturnya.

Masyarakat akhirnya lebih mengedepankan upaya pengobatan tradisional. Di dalam Serat Centini disebutkan sejumlah bahan-bahan alami seperti jamu yang kerap digunakan sebagai pengobatan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya