Liputan6.com, Jakarta - Aktivis politik mengkritisi draf Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pelibatan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam menangani kejahatan terorisme.
Aktivis politik 1998 Ray Rangkuti Ray Rangkuti menjelaskan pemberantasan terorisme ini dalam lingkup hukum sipil. Sehingga seharusnya cukup ditangani oleh Kepolisian.
Baca Juga
"Pelibatan TNI dalam penanganan terorisme ini harus ekstra hati-hati karena memasuki wilayah sipil," ujar Ray, Jumat (14/8/2020).
Advertisement
Menurutnya tugas utama dari TNI adalah pertahanan negara sehingga kurang tepat bisa dilibatkan dalam perkara sipil.
Ia juga menegaskan jangan sampai pelibatan TNI dalam penanganan terorisme ini justru membuat profesionalisme TNI menurun. Padahal selama ini profesionalisme TNI sudah mendapatkan pengakuan baik di dalam maupun di luar negeri.
"Jangan korbankan profesionalisme TNI," katanya.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Ketidakharmonisa
Ray melanjutkan, pemerintahan Presiden Joko Widodo ini rupanya beranggapan TNI selama ini seolah menganggur. Padahal sama sekali tidak, TNI bekerja selama 24 jam sehari yakni dalam bidang pertahanan negara.
Hal lainnya terkait pelibatan TNI dalam mengatasi terorisme ini dapat menimbulkan ketidakharmonisan dengan Kepolisian. "Selama ini penanganan terorisme ada di tangan polisi," katanya.
Menurutnya jangan sampai terjadi ketidakharmonisan antaraparat negara. Semestinya dipertimbangkan bagaimana psikologi TNI bila berada di bawah komando Polisi dalam penanganan terorisme.
Advertisement