8 Ribu Personel Gabungan Akan Kawal Demo Tolak RUU Cipta Kerja

BEM wilayah Jabodetabek-Banten akan kembali menggelar unjuk rasa penolakan Undang-Undang Cipta Kerja, Jumat (16/10/2020) mulai pukul 13.00 WIB.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 16 Okt 2020, 09:59 WIB
Diterbitkan 16 Okt 2020, 09:36 WIB
Polisi Pukul Mundur Pendemo Omnibus Law
Petugas Brimob Polri menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa usai terjadi lemparan batu di Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selas (13/10/2020). Massa pengunjuk rasa yang menolak Omnibus Law akhirnya dibubarkan aparat. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Polisi mengerahkan 8 ribu personel gabungan untuk mengawal jalannya aksi unjuk rasa menolak pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja yang dilakukan oleh Aliansi BEM Seluruh Indonesia (SI). Rencananya demonstrasi akan berpusat di sekitaran Istana Negara, Jakarta Pusat.

"Sekitar 8 ribu lebih personel itu gabungan TNI-Polri dan Pemda," tutur Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus dalam keterangannya, Jumat (16/10/2020).

Menurut Yusri, dari Pemerintah Daerah (Pemda) yang dilibatkan yakni Dinas Perhubungan, Satpol PP, hingga pemadam kebakaran. 

"Serta personel cadangan sebanyak 10 ribu yang standby di Polda," kata Yusri.

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) wilayah Jabodetabek-Banten akan kembali menggelar unjuk rasa penolakan RUU Cipta Kerja, Jumat (16/10/2020) mulai pukul 13.00 WIB.

Koordinator Wilayah BEM Se Jabodetabek-Banten Aliansi BEM Seluruh Indonesia, Bagas Maropindra mengatakan ada sejumlah tuntutan yang bakal disuarakan dalam aksi nanti siang. Menurutnya, pemerintah harus membatalkan RUU Cipta Kerja yang kini tinggal menunggu penandatanganan dari Presiden Jokowi.

"Gejolak di tengah masyarakat kian hari kian memanas. Pasca disahkannya UU Cipta Kerja pada Senin, 5 Oktober 2020 seluruh wilayah di Indonesia dari Sabang sampai Merauke melakukan penolakan terhadap pengesahan UU Cipta Kerja yang dinilai merampas hak hidup seluruh rakyat Indonesia dan justru lebih banyak menguntungkan penguasa dan oligarki," ujar Bagus dalam keterangan tertulisnya, Jumat (16/10/2020).

Pemerintah juga dinilai telah "mencuci otak" rakyat dengan segala macam instrumen yang dimilikinya agar rakyat berhenti atas perjuangannya dalam penolakan RUU Cipta Kerja.

"Misalnya saja melalui Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti), pemerintah mencoba mengintervensi gerakan mahasiswa dengan mengeluarkan surat nomor 1035/E/KM/2020 yang berisi tentang Imbauan Pembelajaran Secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja. Surat tersebut di keluarkan pada 9 Oktober 2020 dan ditandatangani oleh Dirjen Dikti Prof. Nizam," jelas Bagas.

"Belum lagi berbagai tindakan represif dari aparat kepolisian pada massa aksi yang menolak UU Cipta Kerja serta berbagai upaya penyadapan terhadap para aktivis dan akademisi yang menolak UU Cipta Kerja," sambungnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

4 Tuntutan Mahasiswa

Terkait dengan tuntutan yang mereka minta, Bagas mengatakan, ada empat tuntutan, pertama mendesak Presiden untuk mengeluarkan perppu demi mencabut UU Cipta Kerja yang telah disahkan pada Senin, 5 Oktober 2020.

Kedua, mengecam tindakan pemerintah yang berusaha mengintervensi gerakan dan suara rakyat atas penolakan terhadap UU Cipta Kerja. Ketiga, mengecam berbagai tindakan represif Aparatur negara terhadap seluruh massa aksi.

Terakhir, BEM SI mengajak Mahasiswa Seluruh Indonesia bersatu untuk terus menyampaikan penolakan atas UU Cipta Kerja hingga UU Cipta Kerja dicabut dan dibatalkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya