KPK Gali Kasus Suap dan Gratifikasi Eks Bupati Bogor Rachmat Yasin Lewat 2 Saksi

KPK masih menggali dugaan pemotongan uang dan gratifikasi yang dilakukan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 05 Nov 2020, 10:43 WIB
Diterbitkan 05 Nov 2020, 10:43 WIB
KPK Rilis Indeks Penilaian Integritas 2017
Pekerja membersihkan debu yang menempel pada tembok dan logo KPK di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (21/11). KPK merilis Indeks Penilaian Integritas 2017. (Merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih menggali dugaan pemotongan uang dan gratifikasi yang dilakukan mantan Bupati Bogor Rachmat Yasin.

Pada pendalaman tersebut, penyidik menjadwalkan pemeriksaan dua saksi, yakni PNS di Kecamatan Sukamakmur M Odam dan pihak swasta Muhammad Suhendra. Keduanya akan dimintai keterangan untuk melengkapi berkas penyidikan Rachmat Yasin.

"Kedua saksi akan diperiksa untuk RY (Rachmat Yasin)," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Jakarta, Kamis (5/11/2020).

Sebelumnya, KPK menetapkan Bupati Bogor periode 2009-2014 Rachmat Yasin sebagai tersangka dalam dua kasus, yakni dugaan pemotongan uang dan gratifikasi. Rachmat Yasin dijerat dengan kasus dugaan "memalak" dan "menyunat" para satuan perangkat kerja daerah (SKPD) selama menjabat Bupati Bogor.

Rachmat Yasin diduga meminta, menerima atau memotong pembayaran dari beberapa SKPD Rp 8.931.326.223. Setiap SKPD diduga memiliki sumber dana yang berbeda untuk memberikan dana kepada Rachmat Yasin.

KPK menduga uang tersebut digunakan Rachmat Yasin untuk biaya operasional dan kebutuhan kampanye Pemilihan Kepala Daerah dan Pemilihan Legislatif yang diselenggarakan pada 2013 dan 2014.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Juga Terima Gratifikasi

Selain itu, Rachmat Yasin diduga menerima gratifikasi, yaitu berupa tanah seluas 20 hektare di Jonggol, Kabupaten Bogor dan Toyota Velflre senilai Rp 825 juta.

Untuk penerimaan gratifikasi berupa tanah seluas 20 hektare, Rachmat Yasin sengaja meminta kepada anak buahnya untuk memeriksa satu bidang tanah seluas 350 hektare.

Pada 2010 pemilik tanah seluas 350 hektare yang terletak di Desa Singasan dan Desa Cibodas, Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor itu ingin mendirikan Pondok Pesantren dan Kota Santri di sebagian tanahnya. Pemilik tanah berencana menghibahkan tanah seluas 100 hektare agar pembangunan pesantren terealisasi.

Pemilik tanah tersebut kemudian menyampaikan maksudnya untuk mendirikan pesantren pada Rachmat Yasin melalui stafnya. Rachmat Yasin menjelaskan agar dilakukan pengecekan mengenai status tanah dan kelengkapan surat-surat tanahnya.

Pada pertengahan 2011, Rachmat Yasin melakukan kunjungan lapangan di sekitar daerah pembangunan Pondok Pesantren tersebut. Melalui perwakilannya, Rachmat menyampaikan ketertarikannya terhadap tanah tersebut. Rachmat juga meminta bagian agar tanah tersebut juga dihibahkan untuknya.

Pemilik tanah kemudian menghibahkan atau memberikan tanah seluas 20 Ha sesuai permintaan Rachmat Yasin. Diduga Rachmat mendapatkan gratifikasi untuk memperlancar perizinan lokasi pendirian Pondok Pesantren dan Kota Santri.

Rachmat Yasin baru bebas pada 8 Mei 2019. Dia sebelumnya dijerat dalam kasus suap rekomendasi tukar menukar kawasan hutan di Kabupaten Bogor Tahun 2014 atas nama PT Bukit Jonggol Asri seluas 2.754 Hektare.

Rachmat Yasin divonis 5 tahun 6 bulan penjara. Dalam perkara yang diawali operasi tangkap tangan (OTT) pada 7 Mei 2014, KPK juga memproses FX Yohan Yap (swasta), M Zairin (KepaIa Dinas Pertanian dan Kehutanan Bogor) dan Kwee Cahyadi Kumala, Komisaris Utama PT. Jonggol Asri dan Presiden Direktur PT Sentul City.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya