Jelang Sidang Vonis Kasus Red Notice dan Fatwa MA, Pengacara Berharap Djoko Tjandra Dibebaskan

Sidang terdakwa Djoko Tjandra rencananya akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, rencananya akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.

oleh Liputan6.com diperbarui 05 Apr 2021, 08:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2021, 08:00 WIB
FOTO: Suap Penghapusan Red Notice, Djoko Tjandra Dituntut 4 Tahun Penjara
Terdakwa suap pengurusan fatwa MA serta penghapusan nama terpidana pengalihan hak tagih Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko S Tjandra saat menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (4/3/2021). Djoko Tjandra dituntut 4 tahun penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Terdakwa Joko Soegiarto Tjandra alias Djoko Tjandra hari ini menjalani sidang dengan agenda vonis pada perkara suap red notice dan upaya fatwa Mahkamah Agung (MA).

"Iya (sidang vonis)," singkat pengacara Djoko Tjandra, Soesilo Ari Wibowo ketika dikonfirmasi, Senin (5/4).

Sidang yang nantinya akan digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, rencananya akan dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.

Sementara itu jelang sidang nanti, Soesilo berharap kliennya tersebut turut dibebaskan, lantaran dinilai sebagai korban dalam perkara red notice dan upaya fatwa Mahkamah Agung (MA).

"Pandangan saya, pak Djoko itu hanya korban. Jadi pak Djoko harus dibebaskan," ujarnya.

Sebelumnya, JPU telah menuntut Djoko Tjandra dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta subsider enam bulan kurungan.

Sebagaimana tuntutan dalam dua kasus sekaligus, yakni terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) serta penghapusan nama Djoko Tjandra dari Daftar Pencarian Orang (DPO) atau Red Notice.

Jaksa menilai Djoko terbukti telah menyuap dua jenderal polisi terkait pengecekan status red notice dan penghapusan namanya dari Daftar Pencarian Orang (DPO) di Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.

Djoko melalui rekannya Tommy Sumardi memberikan uang kepada eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri, Irjen Napoleon Bonaparte, sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen Prasetijo Utomo.

Upaya tersebut dimaksudkan agar Djoko nantinya bisa masuk ke wilayah Indonesia secara sah dan tidak ditangkap oleh aparat penegak hukum lantaran berstatus buronan. Ia berencana mendaftar Peninjauan Kembali (PK) atas putusan Mahkamah Agung (MA) yang menghukumnya dengan pidana 2 tahun penjara atas korupsi hak tagih (cessie) Bank Bali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kasus Suap Jaksa Pinangki

FOTO: Djoko Tjandra Jalani Sidang Lanjutan Suap Penghapusan Red Notice
Terdakwa suap penghapusan nama terpidana perkara pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko Soegiarto Tjandra saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (19/11/2020). Sidang mendengar keterangan saksi. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Selain itu, Djoko juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung, Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA.

Fatwa itu dimaksudkan agar meloloskan Djoko dari hukuman MA dalam kasus korupsi hak tagih Bank Bali.

Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu. Jaksa menerangkan uang itu merupakan fee dari jumlah US$1 juta yang dijanjikan Djoko. Uang itu diterima Pinangki melalui perantara yang merupakan kerabatnya sekaligus politikus Partai NasDem, Andi Irfan Jaya.

Jaksa menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki dan Andi Irfan Jaya dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa berujar mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

 

Reporter: Bachtiarudin Alam

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya