Liputan6.com, Jakarta Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji mengatakan, perubahan Statuta UI (Universitas Indonesia) yang memberikan celah agar rektor bisa menjabat sebagai komisaris di suatu badan usaha, jelas bentuk sikap arogansi.
Padahal, saat menjabat rangkap, Statuta UI jelas melarang rektor merangkap jabatan tersebut.
"Menurut saya ini jelas arogansi rektor. Harusnya kan mendengarkan lah aspirasi dari masyarakat. Bukan malah aturan yang diubah, harusnya yang merangkap jabatan melanggar aturan ya jadi harus mengundurkan diri," kata Ubaid kepada Liputan6.com, Rabu (21/7/2021).
Advertisement
Dia mengungkapkan, apa yang dilakukan Rektor UI ini jelas presedern buruk bagi dunia pendidikan di tanah air. Bahkan seolah-olah itu difasilitasi oleh negara.
Menurut Ubaid, jika ini dibiarkan, maka jelas merusak independensi institusi pendidikan tinggi. Dan bisa saja kepercayaan publik bisa turun.
"Sehingga konflik-konflik kepentingan semacam itu akan menjadi tontonan kita nanti," kata dia.
Ubaid menuntut agar pemerintah mencabut aturan yang berpotensi melanggengkan konflik kepentingan di tubuh perguruan tinggi tersebut, utamanya di UI.
"Harus dievaluasi oleh presiden dan menteri bahwa ini hal yang tidak baik. Ini preseden awal ya tidak pernah kita mengalami hal seperti ini. Menurut saya harus balik ke Statuta yang lama," kata Ubaid.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Statuta UI Direvisi
Pemerintah mengubah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 68 Tahun 2013 menjadi PP Nomor 75 Tahun 2021 tentang Statuta Universitas Indonesia (UI).
Dalam PP Nomor 75 Tahun 2021 itu terdapat revisi soal rangkap jabatan bagi rektor, wakil rektor, sekretaris, dan kepala badan.
Jika dalam PP 58 Tahun 2013 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 35, kini dalam PP 75 Tahun 2021 soal rangkap jabatan diatur dalam Pasal 39.
Dalam PP 58 Tahun 2012 pasal 35 (c) berbunyi rektor dan wakil rektor UI dilarang merangkap sebagai pejabat pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Sementara, dalam PP 75 Tahun 2021 pasal 39 (c) berbunyi rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan dilarang merangkap sebagai direksi pada badan usaha milik negara/daerah maupun swasta.
Artinya, dalam PP 75 Tahun 2021 Pasal 39 c hanya melarang rektor, wakil rektor, sekretaris universitas, dan kepala badan untuk menduduki jabatan direksi di sebuah perusahaan. Tak ada pelarangan menjabat sebagai komisaris.
PP 75 Tahun 2021 itu sudah resmi diundangkan. Hal tersebut dibenarkan oleh Kabag Humas Kemenkumham Tubagus Erif Faturahman.
"Iya, berdasarkan informasi yang saya peroleh dari Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan, memang sudah diundangkan," ujar Tubagus dalam keterangannya, Selasa (20/7/2021).
Advertisement