Selain Sunat Vonis Djoko Tjandra-Pinangki, Hakim Muhammad Yusuf Pernah Tolak Banding KPK

Rekam Jejak Hakim Muhammad Yusuf, Sunat Vonis Djoko Candra - Pinangki hingga Tolak Banding KPK

oleh Fachrur Rozie diperbarui 02 Agu 2021, 15:46 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2021, 15:46 WIB
Suap Pengurusan Fatwa MA dan Red Notice, Djoko S Tjandra Divonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara
Terdakwa suap pengurusan fatwa MA serta penghapusan nama terpidana pengalihan hak tagih Bank Bali dari daftar red notice Polri, Djoko S Tjandra saat sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (5/4/2021). Djoko Tjandra divonis 4 tahun 6 bulan penjara. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Muhammad Yusuf menjadi sorotan usai memangkas vonis Djoko Soegiarto Tjandra. Muhammad Yusuf yang menjadi ketua majelis hakim banding PT DKI Jakarta memangkas satu tahun vonis Djoko Tjandra, dari 4 tahun 6 bulan menjadi 3 tahun 6 bulan penjara.

Dalam menyunat vonis Djoko Tjandra, Muhammad Yusuf didampingi oleh hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Renny Halida Ilham Malik.

Saat memangkas hukuman Djoko Tjandra yang notabene pernah menjadi buronan kasus korupsi hak tagih Bank Bali, Muhammad Yusuf menilai bahwa Djoko Tjandra telah menjalani pidana penjara berdasarkan putusan MA dan telah menyerahkan dana yang ada dalam Escrow Account atas rekening Bank Bali PT. Era Giat Prima milik Djoko Tjandra sebesar Rp 546.468.544.738.

Vonis Djoko Tjandra dipangkas dalam perkara suap penghapusan rednotice, fatwa MA dan pemufakatan jahat. Djoko Tjandra menyuap dua jenderal polisi yaini eks Kepala Divisi Hubungan Internasional (Kadivhubinter) Polri Irjen Napoleon Bonaparte sebanyak Sin$200 ribu dan US$370 ribu. Dia juga memberikan uang sebesar US$100 ribu kepada eks Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Selain itu, Djoko Tjandra juga menyuap eks Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi 2 pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Bidang Pembinaan Kejaksaan Agung (Kejagung) Pinangki Sirna Malasari, untuk pengurusan fatwa MA. Djoko menyuap Pinangki dengan uang sebesar US$500 ribu.

Hakim menyatakan bahwa Djoko juga terbukti melakukan pemufakatan jahat dengan Pinangki, Andi Irfan Jaya, dan Anita Dewi Kolopaking dalam pengurusan fatwa MA. Jaksa menyebut mereka menjanjikan uang US$10 juta kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan MA.

Sebelum menyunat vonis Djoko Tjandra, Hakim Tinggi Muhammad Yusuf juga sempat memangkas vonis Pinangki Sirna Malasari. Tak tanggung-tanggung, Muhammad Yusuf memangkas 6 tahun vonis Pinangki dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Pemangkasan vonis PT DKI Jakarta terhadap Pinangki ini diterima dengan lapang oleh Kejagung. Kejagung menyatakan tak mengajukan upaya hukum kasasi atas vonis banding tersebut. Sebab, penuntut umum memang menuntut Pinangki 4 tahun penjara.

Pemangkasan vonis ini dipimpin Muhammad Yusuf dengan didampingi anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Lafat Akbar, dan Reny Halida Ilham Malik.

 

** #IngatPesanIbu 

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

#sudahdivaksintetap 3m #vaksinmelindungikitasemua

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Alasan Hakim Berikan Diskon ke Pinangki

Para hakim memberikan diskon besar-besaran terhadap vonis Pinangki lantaran menganggap Pinangki mengaku bersalah dan mengatakan menyesali perbuatannya serta telah mengiklaskan dipecat dari profesinya sebagai jaksa.

Alasan kedua vonis Pinangki disunat yakni karena Pinangki adalah seorang ibu dari anaknya yang masih balita (berusia 4 tahun) sehingga layak diberi kesempatan untuk mengasuh dan memberi kasih sayang kepada anaknya dalam masa pertumbuhannya.

Ketiga, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan, dan diperlakukan secara adil. Keempat, perbuatan Pinangki tidak terlepas dari keterlibatan pihak lain yang turut bertanggung jawab, sehingga kadar kesalahannya memengaruhi putusan ini.

Kelima, tuntutan pidana jaksa penuntut umum selaku pemegang azas Dominus Litus yang mewakili negara dan pemerintah dianggap telah mencerminkan rasa keadilan masyarakat.

Pemangkasan vonis Pinangki ini menuai kritikan dari berbagai elemen masyarakat. Salah satunya yakni Indonesia Corruption Watch (ICW).

ICW menilai pemangkasan vonis terhadap terpidana kasus korupsi merusak akal sehat. Menurut ICW, dengan adanya pemangkasan vonis ini memperlihatkan bahwa lembaga kehakiman tak berpihak pada pemberantasan korupsi.

Jejak tak berpihaknya Muhammad Yusuf pada pemberantasan korupsi juga terlihat saat dirinya tak menerima banding yang diajukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara suap penetapan anggota DPR RI melalui metode pergantian antar-waktu (PAW) di KPU.

KPK mengajukan banding vonis eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. KPK mengajukan banding lantaran hakim Pengadilan Tipikor mengesampingkan tuntutan tim jaksa penuntut umum dalam hal pencabutan hak politik.

Muhammad Yusuf bersama hakim anggota Sri Andini, Haryono, Jeldi Ramadhan, dan Lafat Akbar menolak banding KPK terkait pencabutan hak politik Wahyu. Hakim Tinggi beranggapan Wahyu tak berkarier di bidang politik.

Rekam jejak Muhammad Yusuf tak melulu dianggap tak berpihak pada pemberantasan korupsi. Muhammad Yusuf diketahui menolak banding yang diajukan Irjen Napoleon Bonaparte. Muhammad Yusuf menolak banding Napoleon bersama hakim anggota Haryono, Singgih Budi Prakoso, Rusydi, dan Reny Halida Ilham Malik.

Melihat komposisi hakim banding dalam skandal Djoko Tjandra yang kerap diketua Muhammad Yusuf dengan hakim anggota yang tak jauh berbeda, Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati DKI Jakarta Ashari Syam menyebut penunjukan hakim dalam sidang banding merupakan kewenangan Ketua Pengadilan Tinggi.

"Penunjukan majelis hakim untuk satu perkara di semua tingkat pengadilan itu ditentukan oleh ketua pengadilan yang bersangkutan," ujar Ashari saat dikonfirmasi, Senin (2/8/2021).

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya