Liputan6.com, Jakarta Polisi disebut tengah mencari pembuat mural wajah berwajah mirip Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang matanya tertutup bertuliskan '404: not found'. Hal ini dikritik oleh Demokrat.
Kepala Badan Komunikasi Strategis Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai ini berbanding terbalik dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi yang mengaku mengapresiasi kritik membangun dalam pidato kenegaraannya beberapa hari lalu.
Baca Juga
"Kenyataannya, para pelaku pembuat mural yang mengkritik dicari-cari dan dikejar-kejar. Muralnya pun dihapus. Padahal, munculnya mural, atau gambar jalanan yang bernuansa kritik kepada pemerintah Joko Widodo, seharusnya disikapi dengan bijaksana oleh pemerintah," kata Herzaky dalam keterangannya, Rabu (18/8/2021).
Advertisement
Menurut dia, munculnya mural ini tanda ada kegelisahan di kalangan rakyat bawah atas situasi yang mereka hadapi di kehidupan sehari-hari akibat pandemi.
"Nah, kegelisahan ini harus dicari tahu akar permasalahannya, dan dicarikan solusinya. Bukan malah diredam atau ditutup-tutupi," ungkap Herzaky.
Dia menuturkan, ini seperti angka kematian terus meningkat akibat covid-19, harus dicari cara mengapa bisa meningkat drastis, dan bagaimana menurunkan jumlah rakyat yang meninggal karena covid-19. Bukan malah memainkan data, apalagi menghapusnya dari indikator penanganan covid-19. "Begitu pula dengan aspirasi dan kegelisahan rakyat ini," tutur Herzaky.
Ekspresikan Aspirasi
Herzaky juga memandang, mural adalah wujud dari cara rakyat dalam mengekspresikan aspirasinya, menyalurkan kegelisahannya. "Mungkin mereka saking bingungnya, tidak tahu lagi mesti mengadu kemana atau mesti bagaimana lagi menyikapi situasi berat terkini," ungkap dia.
Ini seharusnya, masih kata Herzaky, menjadi introspeksi pemerintah juga. Bagaimana pemerintah seharusnya bisa memahami dan mengetahui kondisi sebenarnya di lapangan, sebelum mereka mengekspresikan kegundahannya melalui mural.
"Pemerintah janganlah ke lapangan sekedar untuk pencitraan saja, melainkan seharusnya benar-benar untuk memahami situasi dan mengecek kondisi terkini dari rakyatnya," kata dia.
"Seharusnya, ekspresi rakyat seperti ini, diberikan tempat, ruang, untuk menyalurkan. Jangan kemudian kreativitasnya malah dimatikan. Di era pandemi, tekanan hidup sudah berat. Jangan kemudian ruang untuk berekspresi dan berpendapat malah semakin dikekang. Negeri ini negeri demokrasi, bukan negeri otoriter," sambungnya.
Advertisement